Ayo Tuliskan!!

Laman

Senin, 06 Agustus 2012

Duh, Kok Kecil-Kecil Bisa Bohong?


Si kecil yang suka berbohong tentu saja membuatmu khawatir. Apakah pola asuhmu selama ini salah? Atau malah anakmu yang memang terlalu “pintar” sehingga bisa mengarang sebuah kebohongan? Simak pembahasan lengkapnya di bawah ini, Mom! Teks: Irisha William
Ketika anak untuk pertama kalinya berbohong, mungkin kamu terkejut dan marah. Lalu kamu akan memaksanya jujur sementara dia akan bersikeras bahwa yang dikatakan benar. Lalu, apa yang sebenarnya sebaiknya kamu lakukan: Memaksanya mengatakan hal yang sebenarnya, atau membiarkannya saja karena ini bisa membunuh kreativitasnya? Menurut Michael Brody, M.D., Psikiater anak dari Maryland, tidak ada yang salah ketika si kecil berbohong. Sebab, anak-anak yang masih kecil itu sebenarnya tidak tahu perbedaan antara kebenaran dan kebohongan.


Sejak Batita Sudah Bisa Bohong
Anak batita biasa berbohong karena mereka menyangkal telah melakukan sesuatu atau untuk mendapatkan sesuatu untuk diri mereka. Misalnya, kamu mendapati ada vas yang pecah di rumah. Lalu kamu bertanya pada si kecil, apakah dia yang memecahkan vas karena tidak ada orang lain di rumah. Anak mungkin akan menjawab, “Bukan aku. Itu si kucing yang melakukannya.”
Untuk mengatasi gaya bohong yang seperti ini, sebaiknya tidak perlu sampai menghukum si kecil. “Tidak perlu mendesak anak untuk mengakui kesalahannya,” anjur Elizabeth Berger, M.D., psikiater anak dan penulis Raising Kids With Character. Lebih baik, tunjukkan “hasil karya” mereka sambil bilang “Aduh, coba lihat itu. Vasnya kok pecah, ya?” Sebab, kalau kamu menuduh mereka sambil marah-marah, mereka akan lebih cenderung berbohong daripada mengakui kesalahannya.

Memiliki IQ Lebih Tinggi
Menurut riset Angela Crossman, Ph.D., asisten profesor bidang psikologi dari John Jay College of Criminal Justice, New York, anak usia prasekolah yang berbohong itu biasanya punya IQ yang tinggi. Ketika si anak prasekolah mengarang cerita yang terkesan mustahil atau muluk, biasanya itu berasal dari imajinasinya. Dan, buat mereka, dunia imajinasinya itu adalah sesuatu yang nyata. “Jadi itu bukan sepenuhnya bohong,” kata Dr. Berger.
“Sebaiknya, orangtua mengartikannya sebagai pertanda bahwa anak memiliki daya kreativitas yang tinggi. Namun, setelah itu berusaha mengarahkan anak dengan menempatkan segalanya pada porsi yang tepat.” Anak boleh berimajinasi, bahkan punya teman imajiner. Tapi, dia juga perlu memiliki teman dan relasi yang baik dengan orang-orang di kehidupan nyata.

Jangan Bersikap Berlebihan
Begitu anak sudah lebih besar, keputusan mereka untuk berbohong itu banyak didasari oleh alasan-alasan yang lebih masuk akal, ketimbang berpaku pada dunia imajinasi. Misalnya, mereka belajar berbohong untuk melindungi saudaranya supaya tidak dihukum oleh orangtua. Atau, mereka berbohong soal nilai jelek yang diperoleh di sekolah karena takut dimarahi. Mereka juga berbohong agar tidak ketahuan kenakalannya, sehingga tidak dihukum dan dibatasi waktu menonton televisinya.
Jika anak suka berbohong untuk masalah-masalah remeh, sebaiknya kamu jangan bersikap berlebihan, tapi tunjukkan bahwa kamu tidak suka dengan kesalahan yang mereka lakukan ,bukan kebohongannya. Dengan begitu, anak akan paham bahwa yang perlu dia lakukan adalah memperbaiki kesalahannya, supaya tidak perlu berbohong lagi. 
Yang perlu diwaspadai adalah bila kebiasaan berbohong ini terus berlanjut hingga menginjak usia remaja dan lama-lama menjadi kronis. Menurut Dr. Berger, anak-anak yang punya kepribadian pencemas, yang tidak bisa menghadapi situasi tertentu, biasanya akan berbohong. Ini menjadi tanda bagimu untuk memahami, sejauh mana beban stres yang dialami oleh anak. Atau apakah jangan-jangan berbohong sudah menjadi taktik anak untuk memanipulasi orang lain? Jika ini terjadi, jangan ragu untuk bicara dengan psikolog anak bila diperlukan.


Tidak ada komentar: