Si kecil yang suka berbohong tentu
saja membuatmu khawatir. Apakah pola asuhmu selama ini salah? Atau malah anakmu
yang memang terlalu “pintar” sehingga bisa mengarang sebuah kebohongan? Simak
pembahasan lengkapnya di bawah ini, Mom! Teks: Irisha William
Ketika anak untuk pertama kalinya
berbohong, mungkin kamu terkejut dan marah. Lalu kamu akan memaksanya jujur sementara
dia akan bersikeras bahwa yang dikatakan benar. Lalu, apa yang sebenarnya
sebaiknya kamu lakukan: Memaksanya mengatakan hal yang sebenarnya, atau
membiarkannya saja karena ini bisa membunuh kreativitasnya? Menurut Michael
Brody, M.D., Psikiater anak dari Maryland, tidak ada yang salah ketika si kecil
berbohong. Sebab, anak-anak yang masih kecil itu sebenarnya tidak tahu
perbedaan antara kebenaran dan kebohongan.
Sejak Batita Sudah Bisa Bohong
Anak batita biasa berbohong karena
mereka menyangkal telah melakukan sesuatu atau untuk mendapatkan sesuatu untuk
diri mereka. Misalnya, kamu mendapati ada vas yang pecah di rumah. Lalu kamu
bertanya pada si kecil, apakah dia yang memecahkan vas karena tidak ada orang
lain di rumah. Anak mungkin akan menjawab, “Bukan aku. Itu si kucing yang
melakukannya.”
Untuk mengatasi gaya bohong yang
seperti ini, sebaiknya tidak perlu sampai menghukum si kecil. “Tidak perlu
mendesak anak untuk mengakui kesalahannya,” anjur Elizabeth Berger, M.D.,
psikiater anak dan penulis Raising Kids With Character. Lebih baik,
tunjukkan “hasil karya” mereka sambil bilang “Aduh, coba lihat itu. Vasnya kok
pecah, ya?” Sebab, kalau kamu menuduh mereka sambil marah-marah, mereka akan
lebih cenderung berbohong daripada mengakui kesalahannya.
Memiliki
IQ Lebih Tinggi
Menurut riset Angela Crossman, Ph.D., asisten profesor bidang
psikologi dari John Jay College of Criminal Justice, New York, anak usia
prasekolah yang berbohong itu biasanya punya IQ yang tinggi. Ketika si anak
prasekolah mengarang cerita yang terkesan mustahil atau muluk, biasanya itu
berasal dari imajinasinya. Dan, buat mereka, dunia imajinasinya itu adalah
sesuatu yang nyata. “Jadi itu bukan sepenuhnya bohong,” kata Dr. Berger.
“Sebaiknya, orangtua mengartikannya sebagai pertanda bahwa
anak memiliki daya kreativitas yang tinggi. Namun, setelah itu berusaha
mengarahkan anak dengan menempatkan segalanya pada porsi yang tepat.” Anak
boleh berimajinasi, bahkan punya teman imajiner. Tapi, dia juga perlu memiliki
teman dan relasi yang baik dengan
orang-orang di kehidupan nyata.
Jangan Bersikap Berlebihan
Begitu anak sudah lebih besar,
keputusan mereka untuk berbohong itu banyak didasari oleh alasan-alasan yang
lebih masuk akal, ketimbang berpaku pada dunia imajinasi. Misalnya, mereka
belajar berbohong untuk melindungi saudaranya supaya tidak dihukum oleh
orangtua. Atau, mereka berbohong soal nilai jelek yang diperoleh di sekolah
karena takut dimarahi. Mereka juga berbohong agar tidak ketahuan kenakalannya,
sehingga tidak dihukum dan dibatasi waktu menonton televisinya.
Jika anak suka berbohong untuk
masalah-masalah remeh, sebaiknya kamu jangan bersikap berlebihan, tapi
tunjukkan bahwa kamu tidak suka dengan kesalahan yang mereka lakukan ,bukan
kebohongannya. Dengan begitu, anak akan paham bahwa yang perlu dia lakukan
adalah memperbaiki kesalahannya, supaya tidak perlu berbohong lagi.
Yang perlu diwaspadai adalah bila
kebiasaan berbohong ini terus berlanjut hingga menginjak usia remaja dan
lama-lama menjadi kronis. Menurut Dr. Berger, anak-anak yang punya kepribadian
pencemas, yang tidak bisa menghadapi situasi tertentu, biasanya akan berbohong.
Ini menjadi tanda bagimu untuk memahami, sejauh mana beban stres yang dialami
oleh anak. Atau apakah jangan-jangan berbohong sudah menjadi taktik anak untuk
memanipulasi orang lain? Jika ini terjadi, jangan ragu untuk bicara dengan
psikolog anak bila diperlukan.
Sumber : http://family.fimela.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar