Hari gini masih mau mikir orang
lain? Mungkin malas juga bagi segelintir orang. Efek kapitalisme sekarang makin
mewabah hingga mengikis kelembutan hati seseorang untuk bisa saling berbagi.
Dengan anak yatim saja kita masih berpikir dulu untuk bisa saling berbagi
rezeki, apalagi dengan status lainnya?
Kata orang, menyantuni anak yatim
itu berkahnya luar biasa. Ada yang berargumen mendatangkan berkah karena bisa merasa
bahagia setelah bisa saling berbagi, ada juga yang mengatakan dengan menyantuni
anak yatim baik itu memberikan makan, pakaian, membantu memenuhi kehidupnnya akan
dibalas oleh Allah dalam bentuk tunai. Ya, itulah hikmah dicecerkan oleh Allah
kepada kita yang masih keras hatinya untuk menyantuni anak yatim.
Nah, sebenarnya apa memang benar
menyantuni anak yatim itu punya daya magnet dengan kehidupan kita? Punya daya positifnya?
Kalau memang benar lantas apa saja itu? Okelah, karena itulah tulisan ini saya
hadirkan buat semua pembaca untuk bisa memetik sebanyak mungkin dampak positif
dari menyantuni anak yatim. Berikut cuplikannya:
Cukup
tangan di atas resiko sehat meningkat!
Apa
yang Anda rasakan ketika tangan kita sendiri yang memberikan bingkisan atau pun
hadiah untuk anak yatim? Tentu hati kita akan menjadi damai dan tenang. Nah, di
situlah bukti kuat kalau orang yang sering memberikan sedekah atau pun hadiah
akan meningkatkan resiko sehat. Ketika kita sedang senang maka saraf kita yang
tadinya mengalami penyempitan akan melonggar sehingga oksigen dengan semangat
masuk sampai ke saraf otak. Jika otak kita suplai oksigennya kurang otomatis
bisa sakit kepala.
Pasca
pemberian bingkisan untuk anak yatim apakah diantara kita ada yang langsung
pusing atau sakit kepala? Mungkin ada tapi yang belum ikhlas. Itulah
manfaatnya. Semakin banyak kita memberi maka pikiran kita akan senang dan
tenang. Semakin kita merasa tenang maka penyempitan saraf kita akibat dari
ketegangan akan semakin berkurang. Semakin berkurang tentunya resiko kita untuk
sehat makin meningkat.
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, …”. (Q.S. Al Baqarah, 2 : 177)
Coba
Anda perhatikan ayat ini, berbuat baik pada anak yatim adalah nilai dari sebuah
kebaikan. Dan janji Allah itu selalu saja benar, satu kebaikan akan dibalas
dengan sepuluh kebaikan. Jika kita kaitkan dengan uraian saya di atas sehat itu
adalah awal dari sebuah kebaikan. Jika kita sehat maka otomatis waktu untuk
berbuat kebaikan makin banyak. Gimana? Benar kan?
Sehat
secara jasmani tentunya tak luput dari sehatnya saraf kita sebagai penghantar
informasi dalam sistem organ tubuh. Coba kita perhatikan orang yang mudah
marah, melihatnya saja sudah membuat otot-otot kita mengkerut apalagi dengan
orang yang marah itu sendiri. Dan awet muda bisa kita kaitkan dengan kebugaran
dari otot itu sendiri. Jika ototnya saja sudah salah karena mengkerut otomatis
akan mempengaruhi sel yang ada di dalamnya dan tentunya juga saraf.
Meningkatkan kasih sayang Allah
Lho
kok? Kan kita berusaha untuk berbagi kasih hanya untuk anak yatim lantas kenapa
kasih sayang Allah kepada kita makin meningkat?
Coba
Anda ingat ketika selesai bersedekah atau menyantuni anak yatim. Bagaimana
perasaan Anda? Apakah hati akan menjadi lembut? Lembut otomatis karena melihat
mereka saja sudah berhasil melembutkan hati kita yang tadinya keras tak ingin
berbagi.
Dari
merekalah kita melihat bagaimana pantasnya kita bersyukur masih memiliki orang
tua, dari mereka kita belajar indahnya saling berbagi, dari mereka juga kita
belajar indahnya menyantuni. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa
dengan kita menyantuni anak yatim maka hati kita akan semakin peka dengan
sekeliling kita. Sehingga kepekaan itu yang akan membawa kita untuk semakin
giat bersedekah.
Dengan
demikian akan terjadi adaptasi dalam pola pikir kita untuk tidak sekedar
bersedekah pada anak yatim saja, tapi pada sekeliling kita yang membutuhkan
uluran tangan. Bukankah satu kebaikan akan mendatangkan kebaikan selanjutnya?
"Orang-orang yang penyayang, maka Allah akan menyayangi
mereka. Sayangilah penduduk bumi maka penduduk langit akan menyayangi kalian."
(HR. At-Tirmidzi).
Hadis di atas sungguh sangat tegas
jika kita realisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Semakin banyak kita berbuat
kebaikan pada penduduk bumi maka penduduk langit pun akan lebih banyak berbuat
baik pada kita. Dan ini bisa kita mulai dari menyantuni anak yatim, maka
nantikan bagaimana rantai perasasaan kita akan berbicara. Dia akan menyuruh
kita untuk berbagi pada yang lain.
Masih
ingat dengan Chairul Tanjung? Dalam buku “Chairul
Tanjung Si anak Singkong” kita bisa memetik salah satu manfaatnya dari
pribadi Chairul Tanjung yang disebutkan bahwa setiap tahunnya beliau menyantuni
anak yatim setiap menjelang lebaran. Alhasil, rezekinya makin meningkat bahkan
dia termasuk wirausaha Indonesia yang banyak menciptakan lapangan kerja bagi
lebih dari 75. 000 karyawan dan berhasil mengharumkan nama Indonesia di mata
internasional. Hebat bukan?
Jaminan tiket ke syurga
Rasulullah SAW bersabda,” Siapa
orang yang memakaikan seorang anak yatim pakaian yang indah dan menghiasinya
pada hari raya, maka Allah SWT akan menghiasinya pada hari Qiamat. Allah SWT
mencintai setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak
membagi-bagikan hadiah. Barang siapa yang memelihara anak yatim dan
melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga. (Dari Kitab Zubdah Al
Wa’idin)
Dari hadis di atas bisa kita
simpulkan dengan mudah bahwa menyantuni anak yatim berupa memelihara dan
melindunginya maka akan menjamin tiket menuju syurga sudah bisa beralih di
tangan kita. Begitulah kebaikan, yang terpenting dalam memberikan santunan kita
bisa menjaga hati dari beragam aktivitas yang memicu timbulnya ria.
Lantas kenapa jaminannya langsung
syurga? Bukankah amalan kebaikan lain lagi juga ada yang bisa menjamin menuju
syurga? Jadi tak harus menyantuni anak yatim saja. Yang berpikir seperti itu
boleh-boleh saja. Tapi bukankah kita juga meyakini akan adanya hukum
kausalitas? Makin banyak menabung tentunya uang kita akan semakin banyak
begitupun dengan melakukan amal kebaikan, seperti menyantuni anak yatim.
“Barangsiapa yang meletakkan tangannya di atas kepala anak
yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan kebaikan pada
setiap lembar rambut yang disentuh tangannya.” (HR. Ahmad,
Ath-Thabrani. Ibnu Hibban, Ibnu Aufa)
Perhatikan hadis di atas, meletakan
tangan kita saja dengan penuh kasih sayang sudah dituliskan kebaikan menurut banyak
helai rambut. Itu saja sudah dinilai kebaikan. Apalagi dengan memberi makan,
pakaian, memelihara serta melindungi mereka dari kebodohan dan kemiskinan. Hukum
kausalitas Allah pun berlaku. Semakin banyak kita berbuat baik otomatis pemberian
Allah makin banyak. Dan syurga pun bisa jadi pilihan terakhir karena akhir
kebahagian setelah musnahnya dunia adalah syurga. Kan sudah tak ada tempat lain
lagi?
Menjadi
Hebat Dari Sang Pemberi Jejak
Masih ingatkah Anda dengan kisah di
bawah ini?
Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan. Suatu hari Rasulullah
SAW., keluar dari rumahnya untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri. Saat itu beliau
menyaksikan anak-anak yang tengah bermain bersuka cita menyambut hari
kemenangan. Diantara anak-anak yang tengah bermain itu, beliau SAW mendapati
seorang anak yang tengah bersedih duduk sendiri sambil menundukkan kepalanya.
Pakaian yang ia kenakan tak layak untuk dipakai untuk seusianya yang ketika
hari raya menginginkan pakaian yang bagus juga baru.
Rasulullah kemudian menghampiri anak itu, dengan lembut nabi
mengelus kepala yang kusam dengan lembut.
Lalu beliau SAW bertanya, “Wahai Anakku, apa gerangan yang
membuatmu bersedih hati di saat orang lain bersuka cita pada hari ini?”
Dengan mata yang masih nanar anak kecil itu menjawab, “Ya
Rajul (wahai lelaki), ayahku telah mati syahid di medan pertempuran bersama
Rasulullah. Ibuku menikah lagi. Ayah tiriku merampas sisa harta peninggalan
ayahku, lalu mengusir aku. Sehingga aku tak punya makanan, minuman, pakaian,
apalagi tempat tinggal,”
Anak itu masih menunduk dan menangis, tidak tahu bahwa yang
ada di hadapannya adalah penghulu para nabi dan rasul, Rasulullah SAW.
“Hari ini kusaksikan teman-temanku bersuka cita karena mereka
memiliki ayah, sedangkan aku…,” lanjutnya.
Rasul mendekap anak itu, lalu berkata, “Wahai anakku, apakah
engkau ridha jika aku menjadi ayahmu, ‘Aisyah sebagai ibumu, Ali pamanmu, Fathimah
bibimu, lalu Hasan dan Husain menjadi saudaramu?”
Anak itu menengadahkan kepalanya, ia terkejut. Ternyata
lelaki yang mendekapnya itu adalah panutannya, Rasulullah SAW.
“Tidak ada alasan untuk tidak ridha wahai Rasulullah,” jawab
anak itu tersenyum bahagia.
Lalu Rasulullah mengajak anak itu ke kediamannya, dan meminta
kepada ‘Aisyah untuk memandikannya serta memberikan pakaian yang bagus. Juga
makanan yang lezat.
Anak kecil yang tadi berpakain lusuh dan berwajah kusam itu
kini berubah terlihat bersih dan ceria, rambutnya tersisir rapi tentunya
mengenakan pakaian bagus dari Rasul.
Ia keluar dengan senyum mengembang, bahagia. Teman-temanya
yang sedang bermain dikejutkan dengan penampilannya yang telah berubah.
“Tadi kau bersedih, kenapa sekarang kau tampak gembira?”
Tanya salah seorang dari mereka.
“Tadi aku memang lapar, tapi sekarang perut ini kenyang.
Kalian lihat tadi aku tak berpakaian yang layak, tapi sekarang kukenakan
pakaian yang bagus. Kalian mengetahuinya kalau aku adalah yatim, tapi saat ini Rasulullah
telah menjadi ayahku, ‘Aisyah ibuku, ‘Ali dan Fathimah menjadi paman dan
bibiku, sedang Hasan dan Husain menjadi saudaraku…” matanya berkaca-kaca.
“Apakah aku tak pantas untuk bahagia di hari kemenangan ini?“
lanjutnya.
Syahdan, ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, anak kecil
itu menaburkan tanah. Tepat di atas kepala pusara beliau. Lalu ia istighosah,
“Sekarang aku kembali terasing dan kembali menjadi yatim.”
Abu
Bakar Ash-Shidiq yang tengah sama bersedih meraih tangan anak itu, dan ia
jadikan anak kecil itu sebagai anaknya sebagaimana yang telah Rasulullah
lakukan.
Dari cuplikan kisah di atas tentunya kita tak bisa meragukan
siapa yang berbuat sedemikian baik, bijak dengan karakter ayah yang begitu kuat
dan hebat untuk para anak muda sekarang yang mengaku hebat dan keren. Bukankah untuk
menjadi hebat kita pun sebaiknya mengikuti jejak dari sosok yang hebat?
Demikianlah penjelasan tentang
dampak positif dari menyantuni anak yatim yang bisa saya paparkan. Semoga dengan
paparan di atas bisa menjadi motivasi kita untuk lebih semangat da antusias lagi
dalam berbagi rezeki untuk anak yatim.
Artikel ini diikutsertakan pada Gaveaway: Cinta untuk Anak Yatim.
5 komentar:
Semoga kita dimudahkan untuk selalu berbagi ya Dek....
Janji Alloh Pasti....
Sukses GAnya ya Dek...
Iya kak :) jazakallah buat info awalnya
Indahnya berbagi...
www.feizainfo.blogspot.com
berkaca kaca membaca cerita Rosul dan Anak Yatim, moga tahun ini bisa mengasuh anak yatim aammiin
Artikel yg sangat menarik untuk direnungkan.....
Idzin kopas untuk renungan keluarga besar alumni smpn2 Bogor angkatan 80
Terima kasih
http://alumnismpn2bogor80.blogspot.co.id/
Posting Komentar