Ayo Tuliskan!!

Laman

Rabu, 31 Oktober 2012

Empat Dampak Positif Menyantuni Anak Yatim



Hari gini masih mau mikir orang lain? Mungkin malas juga bagi segelintir orang. Efek kapitalisme sekarang makin mewabah hingga mengikis kelembutan hati seseorang untuk bisa saling berbagi. Dengan anak yatim saja kita masih berpikir dulu untuk bisa saling berbagi rezeki, apalagi dengan status lainnya?
Kata orang, menyantuni anak yatim itu berkahnya luar biasa. Ada yang berargumen mendatangkan berkah karena bisa merasa bahagia setelah bisa saling berbagi, ada juga yang mengatakan dengan menyantuni anak yatim baik itu memberikan makan, pakaian, membantu memenuhi kehidupnnya akan dibalas oleh Allah dalam bentuk tunai. Ya, itulah hikmah dicecerkan oleh Allah kepada kita yang masih keras hatinya untuk menyantuni anak yatim.
Nah, sebenarnya apa memang benar menyantuni anak yatim itu punya daya magnet dengan kehidupan kita? Punya daya positifnya? Kalau memang benar lantas apa saja itu? Okelah, karena itulah tulisan ini saya hadirkan buat semua pembaca untuk bisa memetik sebanyak mungkin dampak positif dari menyantuni anak yatim. Berikut cuplikannya:

Cukup tangan di atas resiko sehat meningkat!
            Apa yang Anda rasakan ketika tangan kita sendiri yang memberikan bingkisan atau pun hadiah untuk anak yatim? Tentu hati kita akan menjadi damai dan tenang. Nah, di situlah bukti kuat kalau orang yang sering memberikan sedekah atau pun hadiah akan meningkatkan resiko sehat. Ketika kita sedang senang maka saraf kita yang tadinya mengalami penyempitan akan melonggar sehingga oksigen dengan semangat masuk sampai ke saraf otak. Jika otak kita suplai oksigennya kurang otomatis bisa sakit kepala.
            Pasca pemberian bingkisan untuk anak yatim apakah diantara kita ada yang langsung pusing atau sakit kepala? Mungkin ada tapi yang belum ikhlas. Itulah manfaatnya. Semakin banyak kita memberi maka pikiran kita akan senang dan tenang. Semakin kita merasa tenang maka penyempitan saraf kita akibat dari ketegangan akan semakin berkurang. Semakin berkurang tentunya resiko kita untuk sehat makin meningkat.
            “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, …”. (Q.S. Al Baqarah, 2 : 177)
            Coba Anda perhatikan ayat ini, berbuat baik pada anak yatim adalah nilai dari sebuah kebaikan. Dan janji Allah itu selalu saja benar, satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Jika kita kaitkan dengan uraian saya di atas sehat itu adalah awal dari sebuah kebaikan. Jika kita sehat maka otomatis waktu untuk berbuat kebaikan makin banyak. Gimana? Benar kan?
            Sehat secara jasmani tentunya tak luput dari sehatnya saraf kita sebagai penghantar informasi dalam sistem organ tubuh. Coba kita perhatikan orang yang mudah marah, melihatnya saja sudah membuat otot-otot kita mengkerut apalagi dengan orang yang marah itu sendiri. Dan awet muda bisa kita kaitkan dengan kebugaran dari otot itu sendiri. Jika ototnya saja sudah salah karena mengkerut otomatis akan mempengaruhi sel yang ada di dalamnya dan tentunya juga saraf.
            Meningkatkan kasih sayang Allah
            Lho kok? Kan kita berusaha untuk berbagi kasih hanya untuk anak yatim lantas kenapa kasih sayang Allah kepada kita makin meningkat?
            Coba Anda ingat ketika selesai bersedekah atau menyantuni anak yatim. Bagaimana perasaan Anda? Apakah hati akan menjadi lembut? Lembut otomatis karena melihat mereka saja sudah berhasil melembutkan hati kita yang tadinya keras tak ingin berbagi.
            Dari merekalah kita melihat bagaimana pantasnya kita bersyukur masih memiliki orang tua, dari mereka kita belajar indahnya saling berbagi, dari mereka juga kita belajar indahnya menyantuni. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa dengan kita menyantuni anak yatim maka hati kita akan semakin peka dengan sekeliling kita. Sehingga kepekaan itu yang akan membawa kita untuk semakin giat bersedekah.
            Dengan demikian akan terjadi adaptasi dalam pola pikir kita untuk tidak sekedar bersedekah pada anak yatim saja, tapi pada sekeliling kita yang membutuhkan uluran tangan. Bukankah satu kebaikan akan mendatangkan kebaikan selanjutnya?
"Orang-orang yang penyayang, maka Allah akan menyayangi mereka. Sayangilah penduduk bumi maka penduduk langit akan menyayangi kalian." (HR. At-Tirmidzi).
Hadis di atas sungguh sangat tegas jika kita realisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Semakin banyak kita berbuat kebaikan pada penduduk bumi maka penduduk langit pun akan lebih banyak berbuat baik pada kita. Dan ini bisa kita mulai dari menyantuni anak yatim, maka nantikan bagaimana rantai perasasaan kita akan berbicara. Dia akan menyuruh kita untuk berbagi pada yang lain.
            Masih ingat dengan Chairul Tanjung? Dalam buku “Chairul Tanjung Si anak Singkong” kita bisa memetik salah satu manfaatnya dari pribadi Chairul Tanjung yang disebutkan bahwa setiap tahunnya beliau menyantuni anak yatim setiap menjelang lebaran. Alhasil, rezekinya makin meningkat bahkan dia termasuk wirausaha Indonesia yang banyak menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 75. 000 karyawan dan berhasil mengharumkan nama Indonesia di mata internasional. Hebat bukan?
            Jaminan tiket ke syurga
Rasulullah SAW bersabda,” Siapa orang yang memakaikan seorang anak yatim pakaian yang indah dan menghiasinya pada hari raya, maka Allah SWT akan menghiasinya pada hari Qiamat. Allah SWT mencintai setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barang siapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga. (Dari Kitab Zubdah Al Wa’idin)
Dari hadis di atas bisa kita simpulkan dengan mudah bahwa menyantuni anak yatim berupa memelihara dan melindunginya maka akan menjamin tiket menuju syurga sudah bisa beralih di tangan kita. Begitulah kebaikan, yang terpenting dalam memberikan santunan kita bisa menjaga hati dari beragam aktivitas yang memicu timbulnya ria.
Lantas kenapa jaminannya langsung syurga? Bukankah amalan kebaikan lain lagi juga ada yang bisa menjamin menuju syurga? Jadi tak harus menyantuni anak yatim saja. Yang berpikir seperti itu boleh-boleh saja. Tapi bukankah kita juga meyakini akan adanya hukum kausalitas? Makin banyak menabung tentunya uang kita akan semakin banyak begitupun dengan melakukan amal kebaikan, seperti menyantuni anak yatim.
“Barangsiapa yang meletakkan tangannya di atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan kebaikan pada setiap lembar rambut yang disentuh tangannya.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani. Ibnu Hibban, Ibnu Aufa)
Perhatikan hadis di atas, meletakan tangan kita saja dengan penuh kasih sayang sudah dituliskan kebaikan menurut banyak helai rambut. Itu saja sudah dinilai kebaikan. Apalagi dengan memberi makan, pakaian, memelihara serta melindungi mereka dari kebodohan dan kemiskinan. Hukum kausalitas Allah pun berlaku. Semakin banyak kita berbuat baik otomatis pemberian Allah makin banyak. Dan syurga pun bisa jadi pilihan terakhir karena akhir kebahagian setelah musnahnya dunia adalah syurga. Kan sudah tak ada tempat lain lagi?
Menjadi Hebat Dari Sang Pemberi Jejak
Masih ingatkah Anda dengan kisah di bawah ini?
Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan. Suatu hari Rasulullah SAW., keluar dari rumahnya untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri. Saat itu beliau menyaksikan anak-anak yang tengah bermain bersuka cita menyambut hari kemenangan. Diantara anak-anak yang tengah bermain itu, beliau SAW mendapati seorang anak yang tengah bersedih duduk sendiri sambil menundukkan kepalanya. Pakaian yang ia kenakan tak layak untuk dipakai untuk seusianya yang ketika hari raya menginginkan pakaian yang bagus juga baru.
Rasulullah kemudian menghampiri anak itu, dengan lembut nabi mengelus kepala yang kusam dengan lembut.
Lalu beliau SAW bertanya, “Wahai Anakku, apa gerangan yang membuatmu bersedih hati di saat orang lain bersuka cita pada hari ini?”
Dengan mata yang masih nanar anak kecil itu menjawab, “Ya Rajul (wahai lelaki), ayahku telah mati syahid di medan pertempuran bersama Rasulullah. Ibuku menikah lagi. Ayah tiriku merampas sisa harta peninggalan ayahku, lalu mengusir aku. Sehingga aku tak punya makanan, minuman, pakaian, apalagi tempat tinggal,”
Anak itu masih menunduk dan menangis, tidak tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah penghulu para nabi dan rasul, Rasulullah SAW.
“Hari ini kusaksikan teman-temanku bersuka cita karena mereka memiliki ayah, sedangkan aku…,” lanjutnya.
Rasul mendekap anak itu, lalu berkata, “Wahai anakku, apakah engkau ridha jika aku menjadi ayahmu, ‘Aisyah sebagai ibumu, Ali pamanmu, Fathimah bibimu, lalu Hasan dan Husain menjadi saudaramu?”
Anak itu menengadahkan kepalanya, ia terkejut. Ternyata lelaki yang mendekapnya itu adalah panutannya, Rasulullah SAW.
“Tidak ada alasan untuk tidak ridha wahai Rasulullah,” jawab anak itu tersenyum bahagia.
Lalu Rasulullah mengajak anak itu ke kediamannya, dan meminta kepada ‘Aisyah untuk memandikannya serta memberikan pakaian yang bagus. Juga makanan yang lezat.
Anak kecil yang tadi berpakain lusuh dan berwajah kusam itu kini berubah terlihat bersih dan ceria, rambutnya tersisir rapi tentunya mengenakan pakaian bagus dari Rasul.
Ia keluar dengan senyum mengembang, bahagia. Teman-temanya yang sedang bermain dikejutkan dengan penampilannya yang telah berubah.
“Tadi kau bersedih, kenapa sekarang kau tampak gembira?” Tanya salah seorang dari mereka.
“Tadi aku memang lapar, tapi sekarang perut ini kenyang. Kalian lihat tadi aku tak berpakaian yang layak, tapi sekarang kukenakan pakaian yang bagus. Kalian mengetahuinya kalau aku adalah yatim, tapi saat ini Rasulullah telah menjadi ayahku, ‘Aisyah ibuku, ‘Ali dan Fathimah menjadi paman dan bibiku, sedang Hasan dan Husain menjadi saudaraku…” matanya berkaca-kaca.
“Apakah aku tak pantas untuk bahagia di hari kemenangan ini?“ lanjutnya.
Syahdan, ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, anak kecil itu menaburkan tanah. Tepat di atas kepala pusara beliau. Lalu ia istighosah, “Sekarang aku kembali terasing dan kembali menjadi yatim.”
Abu Bakar Ash-Shidiq yang tengah sama bersedih meraih tangan anak itu, dan ia jadikan anak kecil itu sebagai anaknya sebagaimana yang telah Rasulullah lakukan.
Dari cuplikan kisah di atas tentunya kita tak bisa meragukan siapa yang berbuat sedemikian baik, bijak dengan karakter ayah yang begitu kuat dan hebat untuk para anak muda sekarang yang mengaku hebat dan keren. Bukankah untuk menjadi hebat kita pun sebaiknya mengikuti jejak dari sosok yang hebat?
            Demikianlah penjelasan tentang dampak positif dari menyantuni anak yatim yang bisa saya paparkan. Semoga dengan paparan di atas bisa menjadi motivasi kita untuk lebih semangat da antusias lagi dalam berbagi rezeki untuk anak yatim.





Artikel  ini diikutsertakan pada Gaveaway: Cinta untuk Anak Yatim.

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Semoga kita dimudahkan untuk selalu berbagi ya Dek....
Janji Alloh Pasti....

Sukses GAnya ya Dek...

Unknown mengatakan...

Iya kak :) jazakallah buat info awalnya

bam mengatakan...

Indahnya berbagi...

www.feizainfo.blogspot.com

ini rizal mengatakan...

berkaca kaca membaca cerita Rosul dan Anak Yatim, moga tahun ini bisa mengasuh anak yatim aammiin

Unknown mengatakan...

Artikel yg sangat menarik untuk direnungkan.....
Idzin kopas untuk renungan keluarga besar alumni smpn2 Bogor angkatan 80
Terima kasih

http://alumnismpn2bogor80.blogspot.co.id/