Ayo Tuliskan!!

Laman

Minggu, 14 Oktober 2012

Cara Mencegah Dan Mengatasi Tawuran



Ingatkah Anda dengan kasus tawuran pelajar di stasiun panjang, Buaran, Duren Sawit, Jakarta  Timur, 29 agustus 2012? ya, benar sekali! dari tawuran ini menyebabkan Jasuli (16) meninggal dunia. Korban sedang tawuran dengan pelajar lain.Tiba-tiba datang kereta api dari Jakarta arah Bekasi. Korban teseret kereta api dan mengalami luka di kepala. Tragis!

Lantas?

            Melihat dan mendengar kenyataan yang ada saat ini membuat para orang tua dan pihak sekolah ekstra was-was. Apakah anak saya bakalan terjerumus seperti yang sering ditonton di TV atau mendengar di media lain? Sederet perasaan seperti itulah yang kini menjelma dalam setiap pihak sekolah dan juga orang tua khususnya.
            Jelas saja pihak sekolah ikut terusik karena pada umumnya pelajar yang melakukan tawuran memakai atribut sekolah seperti seragam. Belum lagi beragam argumen dalam wacana seputar tawuran yang memojokkan pihak sekolah untuk menurunkan status/ akreditasi sekolah yang ketahuan pelajarnya menjadi pemicu timbulnya tawuran.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendata bahwa sedikitnya sudah 17 pelajar meninggal dunia akibat tawuran di wilayah Jabotabek sejak 1 Januari 2012 hingga 26 September 2012. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. Ada 12 pelajar yang meninggal dunia. Data yang mengenaskan bukan?
Sementara data dari Komnas Anak, jumlah tawuran pelajar sudah memperlihatkan kenaikan pada enam bulan pertama tahun 2012. Hingga bulan Juni, sudah terjadi 139 tawuran kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus menyebabkan kematian. Sementara pada 2011, ada 339 kasus tawuran menyebabkan 82 anak meninggal dunia. Jumlah itu meningkat tajam dari tahun 2010 sebanyak 128 kasus.
Nah, melihat data saja Anda pasti merinding akan banyaknya angka yang berderet membuat sebuah bukti tentang kasus tawuran. Lantas apakah kita hanya diam saja? Dan hanya berharap pada pihak pemerintah dan sekolah saja yang turun tangan. Beralaskan kita tak terlibat dengan dunia remaja. Tapi ingat, masa depan bangsa kita ada di tangan remaja saat ini.
Jika remajanya saja sudah merasa asyik dengan tawuran mau dibawa ke mana nama bangsa kita?
Berikut saya akan memaparkan beberapa cara pencegahan serta cara mengatasi kasus tawuran yang lagi marak di Indonesia kali ini. Dilatarabelakangi akan data yang selalu membuat miris menatap kenyataan yang ada.
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Semboyan kesehatan yang pantas untuk kita pakai dalam melakukan pencegahan sekaligus mengatasi tawuran kali ini. Menurut saya hanya ada dua poin penting untuk meminimalisir kasus tawuran di negeri ini. Yaitu dari pihak internal (keluarga) dan dari pihak eksternal (sekolah dan media) berikut penjelasannya:
Aktifkan Peran Orang Tua
Apa maksudnya? Hal ini jelas mengusik status orang tua. Aktif di sini bukan sebatas bisa memberi makan, memasukan anak ke sekolah, menyibukkannya dengan beragam les agar anak punya kesibukkan dan orang tua pun bisa bebas untuk bekerja mencari uang demi memenuhi kebutuhan anak. Hanya karena sibuk cari uang apa Anda rela jadi penyebab anak tawuran?
Coba lihat saat ini? Berapa banyak pembantu yang terdaftar dalam negeri kita ini? Karena terlalu banyak, bahkan para pembantu sampai ke luar negeri! Beralaskan Si ibu wanita karir atau banyak kerjaan sehingga status anak yang seharusnya begitu dekat dengan orang tua terutama ibu justru lebih dekat dengan pembantu. Apakah kaum ibu juga tahu kalau anaknya justru merindukan sosok ibu yang seutuhnya, bukan ibu yang setengah-setengah seperti pembantu. Pembantu kan tidak mengandung dan melahirkan si anak?
Hal ini sesuai dengan ungkapan Muhammad Ihsan, Ketua Satgas Perlindungan Anak, M. Ihsan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/9). Bahwa tawuran merupakan ekspresi kekerasan yang ditampilkan oleh pelajar karena berbagai faktor seperti lemahnya pengasuhan dan ketahanan keluarga, seperti perhatian dan kasih sayang orang tua, disharmonis/broken home, perceraian dan lain-lainnya.”
Keluarga adalah lembaga pendidikan sekaligus surga pertama yang akan dimasuki seorang anak selama di dunia. Bayangkan jika ungkapan ini pada kenyataanya justru terbalik. Rumah teman si anak justru menjadi sekolah pertama hanya karena temannya yang lebih perhatian. Kalau teman yang baik bolehlah, lantas bagaimana jika sebaliknya?
Begitupun dengan istilah surga sebagai simbol sebuah keluarga. Bagaimana anak akan merasa adanya surga dalam dunia jika yang dilihatnya adalah perkelahian antar orang tua, saling menyalahkan, belum lagi jika berujung pada perceraian. Apakah orang tua pernah membayangkan bagaimna hancurnya seorang anak? Itulah makna orang tua. Bukan sekedar bisa memberi makan atau sekolah pada anak, tapi juga bisa menjadi sahabat atau pun teman terdekat anak. Jika si anak saja lebih percaya pada temannya untuk curhat lantas orang tuanya di mana? Sibuk kerja? Kiranya orang tua yang bisa menjabarkan alasan sekaligus solusi terbaik.
Jadi sudah jelas peran orang tua itu adalah yang terpenting, mengingat kasus tawuran pada umumnya dilakukan oleh karangan remaja. Yang punya remaja siapa kalau bukan orang tua? Bukan menyalahkan hanya sekedar lebih mengingatkan.
Semakin Dekat dan Rekat Bukan Berarti Tak Dijerat
Bagaimana jadinya jika remaja yang tak lain adalah anak sendiri sudah terlanjut terlibat dengan tawuran? Apa langkah orang tua agar bisa menyadarkan sekaligus bisa mendidiknya untuk tidak mengulainya lagi? Apa hanya sebatas hukuman lalu menyalahkannya saja karena salah?
Menghukumnya karena telah berbuat di luar aturan rumah jelas boleh. Yang jelas tidak sampai si anak justru memusuhi orang tua karena hukuman. Harus ada kerja sama untuk mencari solusi antara keluarga. Yang terpenting hubungan keintiman dengan anak harus tetap dijaga karena psikis anak pasca tawuran akan sensitif mengingat banyak yang memojokkannya karena kesalahannya itu. Dan di sinilah peran orang tua untuk bisa mengayominya.
Bukankah di kala psikis seseorang sedang menuju derajat nol justru butuh sebuah dukungan? Apalagi teman-temannya yang justru menjauh karena sebagian orang tua tentunya akan memberi saran untuk tidak dekat dengan si anak yang terlibat tawuran. Mungkin ini terlalu ekstrim. Tapi begitulah, derajat waspada harus lebih ditingkatkan agar derajat pengobatan lebih minim tak butuh penanganan yang lebih ekstra.
Jadi, temani anak untuk bisa bangkit dan sadar kembali bahwa sikapnya itu sudah tak baik dan kini harus menjadi lebih baik. Ingat, orang tua adalah sayap kanan dan sayap kiri seorang anak. Bagaimana mereka bisa terbang jadi lebih baik ketika mereka terjatuh jika kedua sayapnya menjauh?
Guru Kreatif Pelajarpun Tak Terbesit
Guru sekarang dan dulu apa bedanya? Mungkin pertanyaan ini yang salah atau apa? Jika kita ingin bercermin dari sebuah sinetron tentunya guru sekarang dan dulu sangat jauh berbeda. Guru dulu sangat dihormati sedangkan sekarang malahan sering menjadi ledekan para pelajarnya sendiri. Betul atau pun salah komentar saya lebih baik Anda lihat dari ruang terdekat Anda.
Guru yang bijak adalah guru yang tak hanya hebat dalam mentransfer ilmunya tapi juga yang bisa menjadi sahabat dan pilihan untuk tempat curhat setelah orang tua. Teman dan sahabat mungkin lebih layak menjadi pembanding jika itu lebih baik.
Tapi lihatlah guru/dosen sekarang, sebagian tampak hanya mengejar target kurikulum ataupun SKS tapi, belum bisa menjadi sahabat untuk pelajar ataupun mahasiswanya. Sehingga tak salah ada kasus yang bermunculan demo pelajar ataupun mahasiswa terhadap pihak sekolah atau kampus.
Mungkin bisa menjadi renungan bagi seorang pengajar. Apa tujuan Anda mengajar selain mendapat gaji? Apakah ada kesadaran untuk bisa membangun simbiosis mutualisme dengan pelajar? Atau hanya sekedar mengajar dan pergi dengan kesibukan lain sementara suara pelajar tak lagi didengar karena menganggap status guru di atas. Artinya superioritas yang tak kreatif.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya” petikan makna hadis yang sudah tak asing di telinga, tapi masih asing di dunia nyata. Bukankah kapitalisme yang mulai menggerogotinya? Yang penting sudah mengajar ya sudah. Istilahnya seperti tu.
Hal ini menurut saya sesuai dengan analisa Muhammad Ihsan, bahwa tawuran dapat dipicu oleh ketidakmampuan orang dewasa memahami dunia anak, energi yang tidak tersalurkan dengan baik dan fasilitas yang terbatas, tekanan sistem pendidikan yang membuat anak stress, pengaruh kelompok atau pergaulan, pendapat dan suara anak yang tidak didengarkan, kurangnya penghargaan terhadap anak dan pemanfaatan waktu luang.
Berapa banyak pelajar yang stress karena banyak tugas? Sudahlah itu, bagaimana dengan masalah UAN? Bukankah karena UAN  ada siswa yang rela bunuh diri? Apa sebabnya? Anda masih ingatkan bagaimana situasi UAN yang telah menjadi rahasia umum? Menyontek  ketika UAN hukumnya menjadi halal kalau mencontek sewaktu semester hukumnya jadi haram. Sudahlah, tak perlu bertanya di sekolah mana? Tapi tanyakan di sekitar Anda.
Selain itu pihak sekolah juga sebaiknya lebih banyak membuat wadah bagi pelajarnya untuk bisa berekspresi dengan minat dan bakat yang dimiliki. Buatlah kegiatan sekolah yang lebih menarik sehingga bisa memicu kreativitas dan aktivitasnya pelajar ke arah yang positif. Usahakan kegiatannya bisa mengikat sekaligus memikat banyak pelajar, sehingga bisa menjadi metode sekolah dalam meminimalisir fokus mereka ke arah positif ujungnya niat tawuran pun tak terbesit karena masih ada aktivitas yang lebih penting dan bermanfaat.
Hukuman Sekaligus Buktikan Tak Akan Melanggar!
Pemaparan di atas baru pencegahan, bagaimana jika pelajarnya sendiri sudah terlibat dengan tawuran? Jelas hukuman yang terlebih dahulu telah dimusyawarahkan bersama orang tua dan pihak sekolah harus diaktifkan. Selain itu juga pihak sekolah harus membuat sebuah kegiatan yang bisa merekatkan kembali persahabatan antara pelajar yang terlibat dengan sekolah yang bersangkutan. Agar pelajar lainnya juga bisa mencontoh untuk tidak tawuran.
Jika tawuran yang dilakukan oleh pelajar dari sebuah sekolah langsung dihapuskan status/ akreditas sekolah saya pikir belum pantas. Tapi peringatan keras itu dulu, jika masih terulangi lagi baru dilakukan penghapusan status/ akreditasi sekolah.
Selain itu penting juga bagi setiap pelajar yang pernah terlibat tawuran memperoleh guru pembimbing agar keseriusan sekolah terlihat jelas untuk menjaga jangan sampai kasus tawuran terulang kembali. Diperhatikan juga beragam kegiatan ekstrakulikuler yang diikuti oleh pelajar yang bersangkutan, agar pelajar merasa terawasi dan tak ingin mengulangi lagi bukan sekedar telah melaksanakan hukuman, minta maaf dan lantas mengulangi lagi.
Media Juga harus Mendukung!
Coba Anda ingat kembali bagaimana tontonan terbanyak yang ada di siaran TV. Melawak sekarang telah menjadi bisnis media yang laris manis, tentu Anda akan ingat bagaimana peran mereka yang paling sering menjadikan sebuah ejekan sebagai bahan pemicu tertawa. Masih ingat sekaligus terbayang? Apakah harus kekurangan dan kejelekan seseorang menjadi sebuah ajang ejek-mengejek untuk menghasilkan rentetan tawa?
Okelah jika yang memerankan bukan mewakili kaum remaja tapi justru orang yang terbilang telah dewasa. Bisa jadi kemungkinan besar anak remaja kita mencontoh metode ejekan yang dipertontonkan oleh media. Ejek-mengejek beragam kekurangan dan kejelekan orang menjadi hal yang biasa dalam dunia perlawakan dan inilah yang pada akhirnya berkembang di dunia nyata. Begitupula dengan berita para artis yang lebih mendominasi berita ketimbang memaparkan tetang wacana negara.
Dari informasi kehidupan artis anak bisa belajar saling melemparkan masalah. Si Anu yang begini tapi Si anunya justru menuduh yang si Inu yang berbuat. Bukankah tontonan adalah hiburan yang paling khas anak remaja? Bisa jadi contoh terbanyak pun diambil dari media karena artis adalah salah satu idola terbanyak dari anak remaja.
Kejahatan yang disampaikan berulang-ulang akan menjadi sebuah kebenaran. Bagaimana halnya dengan anak remaja yang secara psikologi memang labil lantas diperhadapakan dengan tontonan yang menghibur dengan cara ejek-mengejak. Bukankah itu bakalan jadi contoh? Bukankah maraknya tawuran hanya karena hal sepele yang tak lain adalah karena saling mengejek. Jadi? Saya yakin Anda bisa menyimpulkannya.
Bukankah lebih baik jika media justru berperan aktif dalam mencegah sekaligus mengatasi kasus tawuran dengan acaranya yang terkemas untuk dunia pelajar? Contohnya mengadakan jalinan persahabatan oleh setiap sekolah unggul yang bebas dari tawuran dengan sekolah lain, menggelar sinetron tentang pencegahan dan mengatasi tawuran yang diperankan oleh aktor remaja terbaik yang memikat kaum remaja. Selain itu media bisa menghadirkan ceramah  oleh tokoh agama yang membahas seputaran  remaja dikemas semenarik mungkin agar remaja tertarik sekaligus menghadirkan kalangan artis yang berprestasi. Dengan semboyan anti tawuran tapi pro pada mencetak prestasi.
Toh, ceramah tak harus di atas mimbar saja kan? Boleh jadi para ustad /ustadzah/ pendeta datang ke sekolah langsung berbaur bersama remaja memberikan edukasi. Dan media juga harus terlibat aktif dengan acara seperti ini. Agar semuanya bisa kerjasama dan terpublikasi secara merata untuk meminimalisir angka kasus tawuran.
Demikianlah yang bisa saya paparkan. Semoga hal ini bisa menjadi salah satu pilihan untuk bisa mencegah dan mengatasi kasus tawuran yang melanda anak negeri.

Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu:Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran




5 komentar:

Abdul Cholik mengatakan...

Terima kasih atas partisipasi sahabat.
Salam hangat dari Surabaya

Anonim mengatakan...

semoga dengan di adakannya kontes dengan tema ini bisa membawa perubahan besar bagi negara kita..

Unknown mengatakan...

Pak Abdul Cholik, iya pak sama-sama juga ucapan terima kasihnya. Karena lomba ini bisa menginspirasi saya juga mengenal lebih dekat kasus tawuran anak negeri. Semoga bermanfat meskipun sumbangsihnya hanya sedikit.


cumakatakata ... Amin, kak:)

Aulawi Ahmad mengatakan...

paparan yang menarik, saya ska poin mengenai media yang harus ikut mendukung, saya setuju dan itu akan sangat efektif jika bisa terwujud :)

Unknown mengatakan...

Aulawi Ahmad, terimakasih sebelumnya. Iya media memang punya peran aktif dalam hal tawuran. insyallah bisa terwujud. amin.