Ayo Tuliskan!!

Laman

Selasa, 03 Juli 2012

Spanyol yang Selalu Jadi Diri Sendiri


Jakarta - Usai sudah pesta Piala Eropa 2012 dan Spanyol berhasil mempertahankan supremasi mereka. La Furia Roja seperti mengajarkan bagaimana meraih kemenangan dengan menjadi diri sendiri, sekaligus menjawab segala keraguan yang ada.

Tak ada yang meragukan kehebatan 'Matador' dalam empat tahun terakhir dengan titel Piala Eropa dan Piala Eropa yang mereka sandingkan. Maka wajar jika Spanyol tetap jadi unggulan saat pergi ke Polandia-Ukraina.

Tapi jangan lupakan juga bahwa Spanyol datang dengan segelintir masalah yang bisa jadi menghadang misi mereka di tahun ini. Masalah utama tetaplah mengenai rivalitas para pemain Real Madrid dan Barcelona yang dianggap masih terbawa hingga Iker Casillas cs serta Xavi Hernandez dkk memakai jersey Spanyol.

Bukan apa-apa, mengingat sebelum menuai kesuksesan seperti sekarang ini, Spanyol dulu kerap bermasalah dengan yang namanya primordial alias kedaerahan, di mana skuad bertabur pemain berbakat dari berbagai suku seperti Castilla, Basque, Catalan, Andalusia dan lain-lain.

Problem itu pula yang dinilai sebagai penyebab sulitnya Spanyol berprestasi dan dulu kerap dijuluki tim spesialis kualifikasi.

Masalah kedua datang dari absennya dua pemain kuncinya, yakni David Villa serta Carles Puyol yang masih berkutat dengan cederanya masing-masing. Villa adalah top skorer sepanjang masa yang juga peraih sepatu emas di Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2008.

Maka kehilangan Villa disertai Fernando Torres yang masih bermasalah dengan kepercayaan dirinya, Spanyol diprediksi akan kesulitan mencetak gol. Sementara itu Puyol, meskipun sudah berumur tetap dianggap jenderal lini belakang yang membuat Casillas nyaman di bawah mistar.

Dua masalah tersebut plus juga keraguan mengenai motivasi para punggawa Spanyol menjadi juara lagi jadi handicap mereka di turnamen ini. Maka adalah pekerjaan rumah besar bagi pelatih Vicente Del Bosque untuk bisa mencari solusinya.

Sementara itu rival utama macam Jerman dan Belanda justru tengah dalam kepercayaan diri tinggi mengingat mereka punya banyak pemain muda yang sedang haus gelar dan tengah dalam peak performance.

Siapa yang tak terpukau melihat penampilan Der Panzer di bawah arahan Joachim Loew yang membuat sepakbola "kaku" yang dulunya jadi khas Bangsa Aria itu tak terlihat lagi. Lalu Belanda punya lini serang yang dahsyat di mana dua top skorer liga top Eropa berada di sana, yakni Robin van Persie serta Klaas Jan Huntelaar.

Belum lagi ancaman juga datang dari Italia yang sedang berevolusi selama ditangani Cesare Prandelli, Prancis yang tengah menikmati era baru bersama Laurent Blanc atau dua kuda hitam, Inggris serta Portugal, yang bisa mengejutkan setiap saat.

Tapi Del Bosque bukan pelatih sembarangan dan dengan curriculum vitae-nya sebagai eks pelatih Real Madrid dengan dua titel La Liga plus dua trofi Liga Champions, orangtua yang satu ini punya segudang inovasi baru di dalam otaknya.

Satu yang paling terlihat adalah penggunaan strategi "false 9" di mana ia kerap memainkan Cesc Fabregas menggantikan peran striker pada formasi 4-3-3 yang terlihat menjadi 4-6-0.

Bukan tanpa alasan Del Bosque tentunya menggunakan taktik ini mengingat ketiadaan Villa membuatnya harus memutar otak untuk mencari siapa yang akan ditugaskan mencetak gol. Plus mengantisipasi lawan yang bisa jadi akan menumpuk banyak pemain tengah untuk mengimbangi superiotas lini tengah Spanyol yang diisi trio Xavi-Xabi Alonso-Sergio Busquets.

Taktik ini pun tak lepas dari kritik karena dianggap membuat permainan Spanyol menjadi membosankan dengan terlalu seringnya mengoper tanpa adanya eksekusi di depan gawang. Tapi justru gaya baru dari Del Bosque ini cukup ampuh untuk membuat lawan kewalahan dan terkuras fisiknya.

Duel kontra Italia dan Kroasia di fase grup plus lawan Prancis di perempatfinal jadi buktinya keampuhan taktik Del Bosque itu. Di saat lawan mulai kelelahan, Del Bosque lantas memasukkan tiga kartu AS-nya yakni Fernando Torres, Jesus Navas dan Pedro Rodriguez yang ditugaskan untuk meningkatkan tempo permainan Spanyol dan menarik lawan untuk bermain lebih ke sisi lebar lapangan.

Dan laga final kontra Italia yang "berat sebelah" juga jadi jawaban atas segala kritikan yang menerpa Spanyol. Selain soal penggunaan "False 9", kejelian Del Bosque lainnya adalah menempatkan Sergio Ramos dan Gerard Pique sebagai tembok tebal di depan Casillas.

Hanya satu gol yang bersarang di gawang Casillas tak lepas dari peran kedua pemain yang awalnya diragukan bakal bisa klop bermain bersama, mengingat Ramos dan Pique bermain bagi Madrid serta Barca.

Tapi keduanya menjawab segala isu mengenai ketidakharmonisan yang beredar sebelum turnamen dengan penampilan kelas wahid di area pertahanan Spanyol. Khusus untuk Ramos, Del Bosque pantas berterima kasih pada Jose Mourinho yang memainkan bek 26 tahun itu di pos bek tengah di paruh kedua musim akibat cedera berkepanjangan Ricardo Carvalho.

Tak ada lagi permainan keras menjurus kasar yang diperlihatkannya dan bek yang tampil dengan potongan rambut pendeknya terlihat bermain lebih tenang dan elegan. Acuannya adalah Ramos menempati posisi teratas dalam Indeks Castrol, mengungguli Cristiano Ronaldo dan Pique.

Dua faktor itulah yang kemudian saya nilai sebagai kunci utama mengapa Spanyol akhirnya berhasil mementahkan segala keraguan serta klenik yang mengatakan tidak ada tim yang bisa mempertahankan titel juara Eropa. Selain tentunya juga penampilan luar biasa Andres Iniesta sepanjang turnamen.

Namun terlepas dari faktor-faktor itu, ada kesimpulan yang bisa diambil yakni keyakinan Spanyol akan sepakbola tiki-taka mereka menjadi jawaban atas mengapa trofi Henry Delaunay bisa dipertahankan. Meski didera banyak kritik karena gaya bermainnya dianggap "membosankan", tapi Casillas dkk tahu bahwa tiki-taka lah yang sudah membawa mereka seperti sekarang dan hanya dengan cara itu lah kesuksesan (kembali) bisa diraih.

"Sepakbola tidak hanya punya satu gaya. Yang terpenting adalah mencetak gol. Para pemain kami punya intelejensia tinggi dan kami punya skuat yang seimbang. Kami memang memiliki striker, tapi kami memilih untuk memainkan pemain yang sesuai dengan gaya kami," ucap Del Bosque.

Di saat para raksasa seperti Jerman, Belanda, Italia serta Inggris bisa dibilang tak lagi bermain dengan identitas sepakbola mereka sebenarnya, Spanyol seperti mengajarkan bahwa menjadi diri sendiri adalah jalan terbaik untuk meraih kesuksesan.

sumber:
http://sport.detik.com/pialaeropa/read/2012/07/04/114518/1957368/1380/spanyol-yang-selalu-jadi-diri-sendiri

Tidak ada komentar: