Penugasannya sebagai bidan, telah membawa Eulis muda ke desa
Ujung Genteng - sebuah desa terpencil dengan garis pantai yang indah di pesisir
selatan Jawa Barat. Saat itu - tahun 1991, Eulis muda yang belum lama
menyelesaikan pendidikannya sebagai bidan di Bandung, sempat mengalami
pergumulan sesaat sebelum memutuskan menerima penugasan di daerah yang
berkarakteristik berbeda dengan daerah asalnya tersebut.
Minimnya sarana dan infrastruktur, sulitnya medan yang harus
ditempuh, membuat Eulis muda hampir menyerah pada saat itu. Namun kondisi yang
sulit tersebut justru menjadi pemacu semangat pengabdian luar biasa yang
tersembunyi di dalam diri Eulis.
Eulis menyadari bahwa di daerah yang kondisi geografisnya
tidak mudah tersebut, warga sangat mengandalkan kehadiran Eulis yang dituntut
untuk sanggup memberikan beragam solusi pada permasalahan kesehatan warga,
bukan hanya melulu pada proses persalinan.
Ujung Genteng sendiri merupakan wilayah desa seluas 1.870
HA, dengan 4.438 penduduk, 1.251 KK di mana 58% di antaranya adalah keluarga
Pra KS (Pra Keluarga Sejahtera) dan KS1 (Keluarga Sejahtera1). Sebelum Eulis
memulai programnya, hanya ada 40% KK yang memiliki WC. Jarak ke Puskesmas
terdekat saat ini pun adalah 30 Km, yang harus ditempuh dalam waktu ½ - 1 jam
pada siang hari, dengan ongkos transport Rp 50,000,- Melihat kondisi sanitasi
yang buruk, dan pola pikir warga yang belum menganggap kesehatan sebagai suatu
prioritas penting, Eulis tergerak untuk mengambil berbagai inisiatif perbaikan
kesehatan bagi warganya.
Program yang dibuat Eulis selalu didasari oleh pemahaman
akan kebiasaan dan tingkat kemampuan warga desanya. Sosialisasi gagasan
dilakukan dengan penyuluhan dalam berbagai pertemuan rutin, hingga sanggup
mengubah ketidakmengertian warga menjadi sambutan yang positif atas semua
program yang diusulkan.
Beberapa program yang berhasil diciptakan Eulis di desa
tempat tinggalnya antara lain adalah: Kelompok arisan WC yang dimulai sejak
1998, dan kredit WC di tahun 2011, yang hingga saat ini berhasil meningkatkan
jumlah WC di tiap-tiap RT, sehingga hanya tinggal sekitar 5-10% KK saja yang
tidak mempunyai WC.
Eulis
juga menciptakan program arisan yang dimaksudkan sebagai dana cadangan saat
diperlukan mendadak untuk pengobatan atau melahirkan. Eulis memberikan nama
yang unik untuk masing-masing programnya, berdasarkan pada kemampuan dan mata
pencaharian masing-masing penduduk di desa Ujung Genteng. Program itu antara
lain diberi nama:
- Seliber (seliter beras) yaitu pengumpulan beras bagi para warga yang bekerja sebagai petani, dengan cara mengumpulkan 2 sendok beras setiap harinya (pagi dan sore), sehingga setiap bulannya diperoleh 60 sendok beras yang setara dengan seliter beras.
- Meronce Kasih: program bagi para nelayan, dengan cara mengumpulkan sekilo ikan dengan kualitas paling rendah setiap pergi melaut.
- Limaribu Kasih: program bagi para buruh penambang pasir untuk mengumpulkan uang sejumlah Rp 5,000,- setiap bulannya.
- Sagandu Saminggu (Gandu = takaran gula aren): pengumpulan sisa kerak pada cetakan gula aren bagi para penyadap gula aren. Dari kegiatan ini dapat dikumpulkan sekitar 4 gandu (sekitar 2 kg) setiap bulannya.
Tanpa pernah melalaikan tugas utamanya sebagai bidan, Eulis
senantiasa memperhatikan kesehatan dan kesiapan ibu hamil agar dapat menjalani
persalinan yang sehat dan selamat. Eulis menggagas program Rumah Singgah, yaitu
pemberdayaan rumah warga sebagai tempat persalinan yang layak untuk ibu
bersalin. Gagasan rumah singgah timbul pada Eulis karena pengalaman Eulis
mengantarkan seorang ibu bersalin yang dalam keadaan kritis dan harus
mendapatkan pertolongan di Puskesmas terdekat pada malam hari dan hujan.
Karena medan yang berat, mobil terperosok di salah satu ruas
jalan sehingga Eulis membangunkan hampir seluruh warga RT untuk membantu
membebaskan mobil yang terjebak di lumpur selama hampir 1 jam. Dari pengalaman
tersebut, Eulis mengadakan pendekatan dengan warga, sehingga ada beberapa orang
yang bersedia menyediakan rumahnya sebagai rumah bersalin dengan fasilitas dan
kondisi yang lebih layak dari pada melahirkan di rumah masing-masing warga.
Eulis juga rutin mengadakan Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin) yaitu tabungan
rutin di Posyandu atau pada kader, bagi ibu hamil untuk persiapan dana saat
melahirkan dan juga menciptakan arisan ibu bersalin untuk mengumpulkan dana
bagi kelompok ibu hamil di suatu RT, misalnya Rp 1000,-/ hari/ orang (Rp
30,000,-/ bulan/ orang), yang akan diberikan kepada ibu yang melahirkan
terlebih dahulu.
Tidak mau dibatasi oleh akses desanya yang sulit, Eulis
menggugah warga untuk mendukung program Ambulan desa, yaitu pemberdayaan
kendaraan warga sebagai bantuan untuk mengantarkan ibu hamil, pasien yang
sakit, ke rumah singgah terdekat, atau bahkan ke Poskesdes maupun Puskesmas.
Bisa merupakan mobil, motor, ataupun atau apapun kendaraan warga yang bersedia
untuk digunakan bagi warga yang memerlukan kapanpun juga.
Eulis juga secara kreatif menciptakan program donor darah
desa yang diawali dari pemikiran akan sulitnya mendapatkan darah dengan
golongan yang diperlukan saat darurat. Eulis melakukan pemeriksaan dan
pendaftaran jenis darah dari warga sehingga pada saat darurat, telah tersiap
donor yang sesuai. Program lain yang tak kalah bermanfaatnya adalah Melatih
Harum (Menanami lahan tidur dan halaman rumah) agar tanah kosong dapat
bermaanfaat misalnya sebagai tanaman obat keluarga atau sumber sayuran.
Penduduk juga dilatih untuk mendukung gerakan tempat sampah yang diciptakan
oleh Eulis, yaitu pembuatan 2 lubang sampah di rumah warga yaitu bagi sampah
organic dan sampah anorganik. Meskipun bukan hal yang mudah untuk mengubah
perilaku warga dalam membuang sampah.
Eulis sempat mengalami suatu pengalaman yang sangat
mengharukan saat mengantarkan seorang pasien mencari pelayanan rumah sakit
hingga ke Kabupaten Sukabumi, dan akhirnya ke Bogor. Eulis harus menempuh
perjalanan selama 2 hari tanpa persiapan, karena beberapa kali rumah sakit yang
dituju tidak dapat menampung pasien tersebut.
Saat ini warga desa Ujung Genteng telah merasakan manfaat
yang dihasilkan dari pemikiran Eulis yang kritis dan penuh inovasi. Kegigihan
Eulis dan pengabdiannya yang sungguh telah meningkatkan taraf kesehatan warga
di desa terpencil itu. Eulis berharap agar suatu hari nanti, di desanya dapat
dibangun sebuah Puskesmas, sehingga dalam keadaan darurat, rujukan kesehatan
tidak perlu dilakukan terlalu jauh ke Kecamatan Ciracap dengan medan yang
sulit.
Sumber:http://www.sukabumitoday.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar