Alhamdulillah buku ke-6 saya telah terbit, “Makin Sakit? Makin
Baik!”. Mohon doanya agar saya bisa melahirkan banyak lagi buku-buku berikutnya.
Semua ini tentu tak lepas dari ilmu dan doa dari guru-guru tercinta. 6 tahun di
pondok dulu bukanlah waktu yang sedikit.
Jadi teringat tempat pertama yang menstimulasi jari
jemari ini menulis. Menulis apapun yang menggenang di otak dan yang menumpuk di
hati. Dari pelajaran yang kadang tertinggal karena guru yang tak masuk atau
karena derasnya kritik yang ingin sekali mengomentari. Namun apa daya?
Hanya
tulisan yang paling mampu menampung. Sewaktu itu diary (hehe..) Mungkin karena
faktor kepribadian saya yang introvert.
Sejak itu saya percaya. Hanya tulisan yang bisa
menjadi objek pelampiasan meskipun tanpa kejelasan arah jalan. Di samping
segala macam bentuk kegiatan ekskul yang mewarnai. Dan saya baru tersadar bahwa
semua yang pernah dilakoni punya daya sumbang tersendiri dalam melahirkan
tulisan- tulisan. Dan punya efek bagi cita rasa setiap tulisan.
6 kegiatan yang menjadi fokus selama 6 tahun di pondok
dulu, ternyata punya keajaiban tersendiri bagi saya dalam menyelami dunia
kepenulisan. Berkecimpung dalam dunia tulisan sudah pastinya akan melatih saya
untuk gemar belajar mengambil kesimpulan. Dan hebat benar para pengajar/pelatih
yang berhasil membimbing saya ketika itu. Ini kesimpulannya:
Kaligrafi yang saya tekuni ternyata penyumbang jiwa
seni. Atletik yang dulu saya lakoni ternyata pembakar jiwa pemberani. Pidato
yang dulu terpaksa saya geluti karena tuntutan “alumni” ternyata merangsang
jiwa berkobar untuk menyampaikan pesan secara berapi-api. Baca kitab yang dulu
juga terpaksa saya geluti ternyata menyumbang jiwa untuk tetap mengenal dan
mengagumi siapa itu Rabbi.
Didikan pramuka yang dimulai dari penggalang hingga
bantara ternyata mendidik saya menikmati asyiknya berkelana dan menjelajah
meskipun hanya bermodalkan kata sandi. Tak lupa juga jabatan ketua OSIS dan
OPPA yang dulu sangat saya takuti ternyata menjadi penempa jiwa menjadi seorang
leader dalam mencari solusi. Subhanalllah
Maka nikmat Tuhan manalagi yang harus didustakan?
# Jiwa seni tentulah barang ajaib dalam melahirkan
tulisan. Terbukti, kebanyakan kita tak hanya mau mencari pengetahuan saja
ketika membaca, tapi perasaan nyaman. Di sinilah jiwa seni seorang penulis
dibutuhkan. Seni menyamankan pembaca yang beragam.
# Jiwa pemberani tak luput juga sangat penting. Bila
penulis tak berani menulis ide-ide yang mungkin hanya diberikan Tuhan dalam
otak dan hatinya mana mungkin akan menjadi sebuah buku yang bisa dilahirkan dan
bermanfaat bagi sesama
# Menyampaikan pesan berapi-apipun sangat diperlukan
bagi seorang penulis. Jika rangkaian kata yang diracik hanya biasa saja tentu
ini tak menstimulasi pembaca semangat membaca karya penulisnya. Tulisan yang
baik pun harus memotivasi bukan?
# Mengenal siapa itu Rabbi tentu kebutuhan paling
vital bagi seorang penulis. Karena hanya dari Allah-lah segala ilmu dan
pengetahuan bisa didapat. Semakin dekat dan akrab dengan-Nya semakin baik juga
untuk pertumbuhan dan perkembangan tulisannya.
# Bermodalkan kata sandi adalah modal utama juga dalam
menulis. Setiap kejadian, pertanyaan, pernyataan tak lain bagaikan kata sandi.
Seorang penulis pun harus belajar lihai dalam memecahkan arti yang tersirat
dari setiap kejadian untuk mendapatkan inspirasi.
# Menjadi leader
yang solusif pun sama. Tak harus menjadi presiden, bupati atau jabatan apalah.
Menjadi penulis pun butuh jiwa seorang leader.
Sehingga segala waktu, potensi yang dimilikinya bisa diarahkan menjadi tulisan.
Kita dilihat karena karya bukan kata-kata.
Terima kasih teruntuk semua guru, ustad dan ustadzah
yang selama 6 tahun tak pernah bosan berbagi ilmu. InsyaAllah sampai sekarang
bisa bermanfaat. Aamin. Mohon doanya juga ya, agar saya bisa bersalin secara
lancar di bulan depan. Bila berminat memiliki bukunya langsung hubungi ke
penerbit. Soalnya belum tersedia dalam toko buku.
Web : www.dapurbuku.com
PIN : 521F4512
SMS : 081281956427
Tidak ada komentar:
Posting Komentar