“Hari penipuan massal, kini masih memberi bayangan cerah dan suram masa depan. Media sekedar kabarkan bahwa semua berjalan lancar namun, semua belum terungkap jelas setajam silettt!!!"
Nayla , gadis berjilbab biru yang terlihat seuasia 20-an yang sementara ini mengetik beberapa kalimat yang akan menjadi status terbarunya. Setelah dia bagikan kepada seluruh penghuni Facebook. Berbagai jempol makin nambah banyak. Belum lagi berbagai komen dari penghuni lainnya yang lagi online tampak membuat Nayla senyum-senyum kecil.
Sementara itu hatinya berbisik-bisik membuat lintasan yang tak kunjung dilupakan. Penipuan massal, yah.. itulah istilah yang menjadi muara penyesalan hingga detik ini tak kunjung pergi meskipun waktu telah lama terlewat. Setelah pengumuman hasil yang dinanti-nantikan kebanyakan siswa seusianya sewaktu itu.
Sesekali dia menghubungi lagi kedua sohibnya yang lagi dicegat macet di jalanan. Yang sudah hampir setengah jam katanya sudah dekat di IT. Kebiasaan ngaret!
Masih aja karetan terus deh. Nasib, dari dulu emank jadi penunggu setia. Lirihnya .
# # #
Zeila, Nayla dan Citra yang akhirnya sekarang bisa ngumpul bareng selepas ujian MID SEMESTER , tepatnya di lantai lima IT center. Tempat favorit mereka kalo selepas ujian. Yah ngitung-ngitung refresing. Sehabis pori-pori otak pada menguap pasca ujian. Yah, meskipun dengan pembukaan yang dibawa langsung berupa omelan dari Nayla yang sudah setengah jam lebih nunggu.
Setelah pembukaan berupa kata sambutan Nayla, ketiganya berjalan untuk memesan sate pisang yang jadi makanan andalan ditemani dua buah lemon tea dan jus alfokat.
Berubah dari sebelumnya ketika mereka menobatkan sebagai geng PINK( pinter, imut, nakal, keren) is the best, tepatnya sewaktu SMP doelu. Memang begitu deh karakter mereka sekarang. Wajar saja karena setelah SMP ketiganya telah bubar karena beda SMA. Nayla dan Citra tetap di manado tapi berbeda dengan Zeila yang SMA-nya di jakarta berhubung ayahnya pindah tugas selama 3 tahun ketika itu.
Meskipun pulau menjadi pembatas, lautan menjadi penghalang yang bikin ganas namun komunikasi tak ada batas. Prinsip mereka ketika perpisahan pada empat tahun yang lalu. Sambil diiringi tetes air mata yang meskipun ditahan-tahan tetap aja muncrat. Ah, nostlgia emank bikin demen.
Walaupun perubahan itu ada. Namun kalo Nayla tetap nggak gonta-ganti pacar, dia kayaknya cukup setia menjadikan buku sebagai teman yang paling setia. Tentunya kutipan yang selalu membekas dalam ingatanya. Bahwa pepatah arab menyebutkan “ sebaik-baik teman duduk adalah buku”. Begitupula dengan suci yang nggak suka gonta-ganti kayak Citra. Tetap setia sama kebiasaannya utak atik laptop, yang dulunya komputer.
Tapi kalo menurut Nayla sama Zeila justru si Citra yang rada-rada banyak perubahan . Dari Citra yang dulu malu-maluin kalo ketemu cowok sampe jadi gunung es sendiri tapi kalo sekarang dia yang paling jagonya gonta ganti pacar, alasannya sih biasa tapi itu nggak biasa buat kedua sohibnya.
“Satu nggak cukup, semakin banyak, banyak pula pengalaman yang di dapat. Prinsipnya koleksi dulu baru di seleksi.Mantap kan??” prinsip terbarunya ketika mereka mulai mencapnya “aneh” sewaktu pertemuan pertama di bandara , berhubung Zeila kembali menginjakan kakinya di manado .
# # #
“ Kenapa sih nggak mau pake jawaban aku tadi? Jangan sok suci deh!” cetus Citra dengan sedikit nada-nada becanda dengan kedua sohibnya.
“ Sudah cukup, aku tuh pernah jadi mantan penipu. Sekarang? Nggak mau lagi!. Sekali aja cukup, nggak kayak Cit. Hehe ..” balas Nayla sambil melanjutkan bacaannya. Yang semenjak tadi bukunya belum dibuka-buka karena kebanyakan ngobrol.
Citra kaget. Zeila benggong , mulutnya membentuk huruf O yang melebar dan mungkin bakalan di masukin lalat kalo nggak di tutupin sama Nayla.
“ Maksudmu apa sih? Aku nggak ngerti?” Zeila nambah binggung. Sambil benerin kacamata barunya yang buat dia keliatan lebih cantik. Yah meskipun emank dari sononya cantik. Wajar deh karena blasteran india-pakistan-bolmong. Banyak juga.
“ Sewaktu UAN kalian pada pake amunisi nggak? Jujur kalo aku pake. Makanya sekarang ini udah nggak bakalan ulangin lagi” Nayla mulai liatin wajah perihatinnya. Keningnya mengkerut. Entah karena bacaan atau perasaanya. Otot wajahnya pada menyesuaikan perintah saraf yang dipimpin langsung sama pak hipotalamus.
“ Yah, dimana-mana juga semua itu kan make gituan lahh... Nay. Itu kan sudah jadi rahasia umum. Tapi tergantung pribadi juga. Kalo aku nggak. Aku fikir sih ngapain juga sekolah udah 3 tahun tapi endingnya make amunisi” Zeila mulai ngasih komentar. Karena temen dia sendiripun juga make amunisi sewaktu SMA dulu. Malah lebih parah menurutnya kalo di jakarta. Karena yang jual kunci ujiannyapun banyak.
“ Lagian itu kan bukan maunya kita juga, tapi dari sekolah kebanyakan gitu. Istilahnya attitude berjamaah-lah biar senasib sepenanggungan..hehe” Citra nambahin sambil ketawa ketiwi nggak jelas sarafnya jalan kemana.
“ Kalo menurut pantauan kalian, UAN itu layak nggak sih jadi penentu kelulusan anak SMA? Ya secara, kita juga kan pernah rasain” Nayla sedikit mengulas pemahaman lamanya yang anti-UAN.
“ Kalo menurut aku sih, mending nggak usah deh pake UAN gituan. Masa sih siswa jakarta yang super duper smart karena fasilitasnya mayoritas lengkap mau disamain sama siswa-siswi di papua? Kan nggak banget?!” cetus Citra.
“ Hmmm...UAN memang sebuah produk pemerintah yang baik. Yah hitung-hitung biar bisa dilihat gimana perkembangan pendidikan di indonesia dan kayaknya UAN itu motivasi yang bagus juga biar anak-anak nambah semangat belajarnya biar nggak maen-maen. Dimana-mana kalo standar udah ditargetkan, secara spontan semuanya akan berusaha menyesuaikan. Proses adaptasilah. Nah dari situ timbul yang namanya perkembangan dalam hal pendidikan” Zeila mulai unjuk argumenya yang nggak sejalan sama kedua temannya.
“Emank sih, tapi sejauh itu kita juga harus liat donk gimana kondisinya. Sama nggak??.” Sanggah Nayla yang kurang sependapat.
“ Yeee.. kan setiap daerah soalnya berbeda. Gimana mau berkembang kalo nggak ada standar? Yah.. tentunya keputusan UAN udah dipertimbangkan sama pemerintah. Dan tentunya juga pro dan kontra tetap ada. Wajar donk kita juga ikutan” ucap Zeila lagi.
“ Iya juga, hikmah tetap hikmah tapi yang perlu kita fikirin emanknya UAN itu memang sebuah kebijakan?? Yang ada setahuaku UAN itu hanya nambah beban psikologi anak deh. Bayangin aja yang di fikiran mereka itu hanya pengen lulus ujian. Nah coba kalo nggak lulus? Kuburan udah pada full sama anak kelas ujian. Otomatis stresslah...” Citra menyanggah. Kayak lagi diskusi MPR.
Ketiganya tiba-tiba diam tanpa ratusan bahasa, mencerna kembali apa yang barusan di omongin. Meskipun awalnya Citra tertawa lepas. Pesanan lemon tea dan sate pisang merekapun datang. Citra langsung meneguk beberapa tegukan diikuti pula oleh Zeila dan Nayla. Yang kelihatan pada haus.
Sate pisang yang masih hangat dengan beragam tabur cokelat dan keju yang dari kejauhan aromanya udah duluan menggoda bising usus. Nggak pake hitungan kayak balapan lari, sate pisang langsung pada di serbu oleh jari-jari lentik ketiganya untuk disambut sama lambungnya yang pada nge-band dalam frekuensi yang tak jelas. Bising usus kayak lagi rame karena yang ditunggu udah pada datang memenuhi undangan. Sesekali ketiganya saling suap-suapan. Lebay karena dalam rangka Nostalgia .
“ Eh, kenapa juga ya indonesia nggak ikutan sistem pendidikan inggris. Kan bakalan lebih asyik, nggak nambah kasus terbaru anak SMA yang pada lompat dari berlantai-lantai karena stress nggak lulus” Nayla mulai terpancing melanjutan pembicaraan awal
“ Elahhh...pemerintah pada gengsi kali. Kan mereka ngejar target tapi nggak liat dengan mata lebar , gimana kondisi penduduknya yang serba ekstrim. Kalo yang kaya, kayaa banget. Makanya boleh terbang kemana-mana Kalo yang miskin, kasiaaan banget” lanjut Citra sambil mengambil kaca di tasnya untuk memperbaiki make up-nya yang rada luntur.
“ Sebenarnya bukan pemerintah juga yang harus kita salahin tapi mulai dari diri kita dulu di cek, kenapa sampai bisa ngambil amunisi juga ketika UAN. Bagaimanapun yang terpenting pemerintah punya tujuan yang baik” Zeila mulai membelokkan arah pembicaraan setelah menguyah sate pisangnya.
“ Benar juga sih tapi, biar bagaimanapun keputusan itu harus meninggalkan kesan yang positif. Lingkungan yang kebentuk bagaimanapun itu tetap saja berada di bawah pengawasan pemerintah, istilahnya produk gitu. Makanya ada yang namanya pak RT, RW sampe pak pak presiden. Dan tentunya mereka yang tanggung jawab. Nah kalo pendidikannya udah bikin stress gini tentunya salah donk kalo kita salahin diri kita. Justru pemerintah! karena mereka yang buat kurikulum, nah kita apa? Jadi objek penelitiannya saja kaliee. Mulai dari KBK ke KTSP. Ya nggak sob?” Naila mulai berpidato layaknya kandidat menteri pendidikan.
“ Udah selesai bu, pidatonya? Hahah..kita pindah tempat saja ya, mungkin pemirsa laen nggak kedenger? Pidatonya kepanjangan..haha ” sambung Citra bikin gereget.
“ Hah, ini nih tukang nyontek profesional yang nggak ada lawannya. Makanya jadi penentang pemerintah. Hahah..” Zeila nambah ribut sambil mengaduk-aduk jus alvokat kesukaannya.
“ Heheh...kita kebanyakan juga kan mantan penyontek yang profesional, siapa dulu yang ngajarin” tutur Nayla.
“ Hah...dalem” Citra nambahin sambil mengangkat jempolnya yang pada belepotan coklat.
“ Udah ah..mending nggak usah bahas UAN, kalo bahas ginian dijamin nggak bakalan habis. Sebagai warna negara yang baik , yah ikut aturannya aja. Kalo nggak mau mending jadi WNA. Hahah..” tutup Zeila.
Nayla hanya mampu berkata dalam hati ketidak setujuan dengan UAN. Karena tetap saja beda kondisi beda persepsi.
Zeila, wajar saja berprinsip begitu karena pendidikan jakarta memang mendukung buat berkembang. Beda sama daerah lain apalagi papua yang masih dalam tahap berkembang.
# # #
Sekedar selingan karena ceritanya udah pada serius, Citra ngasih informasi sama kedua sohib-nya kalo ada lomba buat artikel dan cerpen tentang kritikan buat pemerintah. Dalam hal ini soal pendidikan di indonesia.
“ Wuih..berani banget tuh panitianya” komentar Nayla .
“ Pas banget tuh , buat yang lagi membara..hahah” Zeila nambah.
Kedua tatapan sohib-nya tampak berbinar-binar yang terpancar dibalik kedua bola matanya karena mendengar apa yang disampaikan oleh Citra. Sejak Mts mereka memang jadi rival dalam hal prestasi di sekolah. Apalagi yang berkaitan sama dunia tulis menulis. Mading kelas penuh sama tulisan-tulisan mereka. Bedanya sewaktu itu Nayla lebih jago kalo buat cerpen kalo Zeila jagonya buat artikel.
Setelah bicara panjang lebar soal persyaratan lomba, cara pengiriman, hadiah serta deadline-nya sampai kapan. Lagi-lagi mereka nostalgia semasa Mts mereka yang lumayan nakal tapi hampir selalu jadi andalan. Itulah kelebihannya.
Mereka teringat lagi masalah Mts dulu yang nggak bakalan dilupain, tentunya ketiganya ikut terlibat. Padahal kalo mau dipikir masalahnya nggak sejahat itu sampe-sampe ortu sekelas harus menghadap sama pembina kelas. Kalo nggak, bakalan nggak boleh masuk kelas. Tapi bebas berkeliaran di asrama. Hanya karena kasus mereka sekelas yang sewaktu itu pergi ke pantai malalayang sampe menjelang asar baru buru-buru cabut dari pantai. Kalo temen laen nggak calling pastinya juga belum pada pulang.
Masalahnya bukan karena nggak minta izin. Hanya saja salah penafsiran dari kata-kata pembina sewaktu itu.
“ pergi saja, yang penting tahu jaga diri” kata-kata yang masih rela nempel di otak mereka sampe sekarang . gini deh kalo nggak jago soal penafsiran, bisa-bisa salah arah. Untuk nggak di suruh nafsir Al-quran, bisa berabe kalo salah penafsiran.
“ Ahhh...emank Allah nggak ngasih jalan jadi penjahat, padahal baru sekali tapi kapoknya kebawa-bawa sampai dunia mimpi” ucap Citra sewaktu itu.
Nayla dan Zeila merasa Inilah situasi yang tepat untuk ngasih masukan sama pemerintah tapi dalam bentuk cerpen dan artikel. Keduanya sempat diem. Kayak lagi mikir ide apa yang paling bagus. Dan kritikan apa yang paling keren biar yang di kritik juga nggak merasa disalahkan tapi mau di ingatin kalo produknya sebaiknya udah harus ekspayer.
Sesekali Citra ngambek sendiri karena di cuekin sama keduanya yang sementara mikir. Tapi Citra yakin keduanya bisa ngasih yang terbaik untuk tulisannya diperlombaan nanti. “geng PINK gitu lho” kata-kata yang selalu diucapnya ketika Mts dulu kalo dari ketiganya dapat juara dalam event perlombaan.
Palingan juga mereka nggak mikir hadiahnya, tapi mikir bagaimana pesannya bisa nyampe untuk pemerintah. Dan masyarakat juga dari berbagai kalangan bisa dukung dengan argumennya masing-masing. Negeri ini masih banyak yang perlu di benahi.
Dasar..nggak ada berubahnya dari Mts. Selalu pengen jadi yang terbaik meskipun udah banyak yang didapat dan jadi yang terbaik. Batin Citra ketika menatap kedua temanya yang beberapa menit diam bersama fikirannya.
Setelah selesai ngumpul bareng sambil sharing ples refresing ketiganya udah pada ngeberesin bawaannya masing-masing untuk segera pulang. Karena jamnya udah pada ingatin kalo sebentar lagi udah mau masuk waktu asar. Segala pertemuan harus sudah pada kelar. Seperti biasa ketiganya cipika –cipiki sebelum pisah nyari angkot yang beda jurusan.
Ketiganya nampak ceria, seolah keceriaan itu diwakili oleh jilbabnya yang warna warni. Citra yang serba memadukan warna putih dan krem, beda sama Nayla yang serba biru muda dengan bawahan hitam dan nggak kalah juga Zeila dengan paduan serba unggu muda dengan bawahan rok jins yang tampak terlihat modis.
# # #
Setiap niat yang diiring oleh jerih payah tangan tentunya akan membuahkan hasil. Tergantung bagaimana cara pengolahannya. Ya rabb...sampaikan pesanku dengan cara-Mu kepada dia yang selalu jadi pilihan-Mu mengambil tongkat estafet-MU di negeri tercinta ini. Status terbaru Nayla. Jempolan pada banyak yang hinggap.
Manado, 28 April 2011
08.27 p.m
Tidak ada komentar:
Posting Komentar