Ayo Tuliskan!!

Laman

Kamis, 26 Mei 2011

gertakan ombak itu?



Hafizah Talita Azzah, gadis yang kini berusia 19 tahun. Meskipun berjilbab namun dia agak tomboy dilihat dari cara berjalannya, mungkin ini pengaruh sewaktu dia mengikuti ekskul bela diri  aliyah dulu.Yang membuat dirinya perlahan mewarisi sifat lelaki.
 Namun lihatlah dia saat ini yang masih dengan genggaman kertas ditangan. Yang semenjak tadi memilih untuk mengurung diri di kamar yang membuat hatinya terasa nyaman. Awalnya dia ingin membuat tugas kampus namun kesedihan masih terpancar seakan masih larut dalam ingatan ba’da isya kemarin. Puisi diatas seakan medianya mencurahkan kekesalan, kekagetan, kejenuhan terhadap orang tuanya.
 Kenapa secepat itu mengambil keputusan? Kenapa segitu bodohnya mengambil informasi kemudian langsung ditelan mentah-mentah, Apa tak cukup pesanku sewaktu itu? jika ada omongan yang terdengar aib jangan langsung di terima tapi di tanya langsung pada yang bersangkutan! Begitulan islam menyarankan.
Hatinya masih memilih membisu, tak ada doa kecil terlintas disana yang sekedar mengharap kemudahan dari-Nya. Fikirannya masih senantiasa mengambang, apakah selama ini dirinya yang salah? Salah memposisikan seseorang tersebut dalam rongga hati?. Gambaran wajah kak Arif mulai terlukis dalam ingatan. Yang baginya tak sekedar abang yang membuatnya memiliki kembali seseorang yang telah lama ini dirindukan. Yang senantiasa mengingatkannya untuk berhati-hati dalam setiap kali mengambil keputusan, menasehati di kala orang lain tak menyadari bahwa dirinya juga menyimpan masalah, bukan sekedar pemecah masalah. Namun jauh dilubuk hatinya, fitrah itu tersimpan indah terkemas dalam perasaan dan harapan yang sama. Terlalu cepatkah fitrah itu hadir? Ataukah dirinya sendiri yang terlalu cepat membuka tabir hatinya yang selama ini baru tersingkap?
“ Bapaknya itu dulu seorang polisi, namun sekarang tidak. Kalau sudah tidak berarti dia itu di pecat, nggak mungkin juga kalau dipecat terus nggak ada salah? Bapaknya jadi imam sampai botak karena sholat tapi tak tahunya apa? Masa’ bisa korupsi dana mesjid? Anaknya juga begitu, mungkin balik lagi kemari di pecat karena nggak becus kerjanya! Kerjanya saja seperti itu, bagaimana nanti kalau berkeluarga? Sampai sekarang mereka satu keluarga hanya bisa ngontrak!! Bapaknya saja sudah begitu, anaknya juga paling begitu!! Pokoknya bapak sudah tak mau anak itu datang kerumah. Berhenti hubunginya lagi!!
Kata–kata itu masih terus bergelayut dalam ingatannya. Masih terbayang wajah Arif ketika meninggalkan rumah dengan wajah yang dingin, ketika itu dengan selembut mungkin  Talita memperbolehkannya untuk pulang karena tidak enak dengan bapak, padahal dia butuh bantuan Arif sewaktu itu untuk membuat skenario tugas dari kampus. Semua karna bapak!
*********
Malam masih senantiasa menemani hatinya yang sementara gundah. Jendela masih dibiarkannya terbuka lebar layaknya mempersilahkan masuk mentari di pagi hari. Namun kini hatinya yang ingin dibelai dinginnya malam, karena hatinya masih menyisihkan uap kekesalan. Menangis bukan lagi menjadi jawaban sambil ditemani lembaran renungan yang menyisihkan air mata. Capek mata ini merespon fikiran yang terus-menerus memikirkan sesuatu yang tak pasti. Kenyataan kini berbicara kalau perasaan Talita begitu dalam kepada Arif. Sedalam keinginan seorang wanita memposisikan lelaki sebagai calon pendamping hidupnya. Talita merasa pantas jika lebel itu begitu seharusnya. Agama, keturunan, ketampanan akhlak semua telah ada. Tinggal dari segi kekayaan saja tampak belum terlihat karna masih tergolong perantau pencari modal. Namun dalam keseharian yang bisa dijadikan tolak ukur bahwa Arif adalah sosok yang bertanggung jawab dan pekerja keras, karena dirinya rela untuk cuti kuliah demi  membiayai adik-adiknya sekolah dan kebutuhan adiknya beroperasi.
Talita masih binggung. Memang keutamaan berbakti kepada orang tua adalah diatas segalanya jika posisi sebagai seoranga anak. Namun jauh dari itu, semua yang dikatakan adalah fitnah!! Jika dia membenarkan sama saja menyetujui kalau statment itu benar padahal semua itu salah. Karena keyakinan itu ada faktanya, dia yang menanyakan langsung kepada kak Arif tentang apa yang diucapkan kedua orang tuanya, sampai-sampai dirinya begitu malu karena semua itu adalah fitnah belaka sehinnga membuat kak Arif sempat menangis saat menjelaskan masalah tersebut lewat telfon.
Mungkinkah karena kelincahan syetan dengan strategi yang mampu membuat hati Talita kini dalam kebimbangan? Atau terlalu jauh hubungan mereka dari jalur islam sehingga membuatnya kini harus menerima keputusan orang tuanya yang begitu menyakitkan. Padahal semua yang diklaim oleh bapaknya hanyalah fitnah semata!
 Talita dikenal sebagai seorang yang begitu taat kepada orang tua. Segala keputusan orang tua selalu diikutinya meskipun terkadang dengan perasaan yang berkecamuk namun baginya semua itu adalah proses ikhlas. Bagaimanakah dengan masalah kali ini? Mungkinkah dia menerima keputusan bapak untuk kesekian kalinya ataukah tidak?
Talita masih dalam diskusi yang panjang antara perasaan yang harus di buangnya atau ada cara lain yang akan menjadi pilihan. Fikirannya membenarkan akan saran kakak tirinya yang begitu baik sekalipun tidak satu rahim  bahwa untuk sementara ini lebih baik dikurangi saja komunikasi antara mereka. Harapan juga jangan terlalu jauh mengingat orang tua sudah mengambil keputusan seperti itu, daripada nantinya menyesal lebih dalam. Yang sakitkan diri sendiri bukan bapak ataupun ibu. Semua juga demi kebaikan bersama. Kata-kata itu masih membekas dalam ingatannya.
**********
Seperti biasanya pagi itu pukul 07.30 Talita berangkat menuju kampus menggunakan angkot umum. Dan kini dia sementara duduk di angkot umum di bangku kedua belakang sopir. Kaca angkot masih menyisihkan belaian angin yang masih sedikit terjangkit polusi meskipun sedikit sejuk, namun tak sesejuk fikirannya kali ini yang masih menerawang di 13 tahun masa silam yang banyak menyisihkan polusi batin. Selama 2 hari ini hatinya masih diliputi butir-butir kekecewaan, tak ada lagi sifat periangnya di rumah. Suasana rumah seolah sepi tanpa ocehan humornya yang membuat kehangatan dalam rumah. Hatinya masih tersayat dengan tuduhan bapak yang tak berujung pada keadaan sebenarnya. Hatinya masih bimbang untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan sekarang. Tak tahukah mereka dirinya sangat merindukan kakaknya yang 13 tahun ini yang entah bagaimana kabarnya? Semenjak peristiwa itu titik kekecewaan kepada bapak mulai membentuk bercak dalam selimut hatinya. Karena perceraian itulah yang memisahkan dia dengan ibu dan kakaknya yang sangat dicintai.
Kenangan masa kecil sewaktu bermain dengan kakak, yang sewaktu itu Talita berusia 5 tahun dan kakaknya berusia 10 tahun masih tersimpan jelas dalam memory ingatannya. Kehangatan sewaktu itu masih tersimpan di berkas hati. Ketika bermain dan bercanda yang terkadang dia menangis karena ulah kakaknya kemudian dia berlari menuju pangkuan bunda dan telinga kakak merah karena mendapat jeweran dari bunda. Karena ulahnya dirinya menangis sambil tertawa. Tapi tetap saja ledekan cengeng masih berbisik di telinganya kala itu. semenjak itu dia jarang menangis di depan kakak, karena kalau nangis dirinya memilih masuk kamar saja. Disitulah tempat yang paling aman dari gangguan kata-kata kakak yang difikirnya sewaktu itu tidak ada hati, padahal hanya karena satu alasan supaya kakak nggak ledekin lagi sebagai anak cengeng. Tangisan bukan lagi bermakna cengeng baginya sekarang karena disamping proses penyesalan, terkadang pengaruh kondisi yang mengharukan ataupun menyedihkan ternyata menangis juga menyehatkan karena terdapat semacam enzim disana yang bisa membersihkan setiap kotorang yang nginap di mata.
Ahh...andai kau tahu perubahanku kak. Aku merindukanmu. Ingin berdiskusi denganmu apa yang seharusnya aku lakukan sekarang ini?
 Kata-kata ini yang selalu dia harapkan, suatu saat kakak akan datang dan menjawabnya dan menghapus airmata yang sementara berderai ini. Namun dia tak ambil pusing dengan penumpang lainnya yang heran akan tingkahnya.
 Semenjak itu cerai menjadi hal yang paling dibencinya. Telah tertata indah kebencian akan kata cerai dalam bangunan otaknya yang begitu kuat. Karena cerai semua hidupnya berantakan! Berantakan namun tak membuat dirinya ikut berantakan. cukuplah itu jadi retakan dalam hatinya. Semenjak prinsip hidupnya berubah bahwa apa yang terjadi, dan bagaimana sekarang  itu manifestasi dari tanggung jawab orang tua, tapi bagaimana  kedepan adalah tanggung jawab diri sendiri bukan orang lain! Itulah yang membuatnya sedikit tenang, namun tetaplah ada ruang kosong yang tak terisi di lubuk hatinya. Kenapa harus cerai? Apa orang tuanya yang super sibuk dengan alasan kerja untuk kebahagiaan anaknya, namun di sisi lain tak memikirkan kebahagian hati anaknya akibat cerai? Mana bukti kebahagian yang jadi alasan mereka sibuk di luar, namun sekarang nyatanya demikian? Malam kami tidur, mereka baru pulang. Paginya kami baru bangun merekapun  pergi dengan alasan kerja demi kami!! Apa itu kebahagian yang mereka maksud? Hanya hari minggu yang sering memperindah nama hari yang kukenal, karena hanya hari itu aku merasakan malaikat titipan tuhan itu hadir menambah warna. Bahkan merubahnya dari senin hingga jumat, karena sabtu mereka jarang dirumah!
Kekosongan itu perlahan terisi ketika dirinya mengenal kak Arif, karena kak Arif mengingatkan pada sosok kakaknya. Bahkan terkadang dia berangan bahwa kak Arif adalah kakaknya namun menyamar hanya untuk melihatnya. Namun fikiran konyol itu tidak mampu bertahan karena dirinya tahu benar siapa kak Arif. Awalnya dia hanya menggangap sebagai seorang kakak saja yang begitu dirindukan sejak perpisahan itu. Namun dirinya tak sadar bahwa Arif menyayanginya bukan sekedar adik saja dan diapun tak tahu sejak kapan perasaan aneh itu meradang hingga membuatnya saat ini sulit bernafas mencari udara solusi yang bijak. Syetan seolah bermain-main dalam perasaan Talita saat ini, perlahan mengaburkan makna cinta namun intinya tetaplah seperti pada umumnya yakni menjerumuskan manusia di lubang harapannya, yang setiap langkah menuju lubang sana selalu di hiasi dengan alasan yang indah. Bisakah Talita mem-format kegundahannya kali ini dengan men-delete sebagian teks hidupnya yang telah terinfeksi oleh virus merah jambu, dan siap membersihkan polusi batinnya kali ini dengan sejuknya cinta sejati. Cinta yang telah terbingkai oleh tali pernikahan yang membuat segala status haram berubah drastis menjadi halal. Yang tentunya bukan untuk seusianya kali ini. Itulah doktrin yang telah tumbuh subur dalam fikirannya bahwa menikah nanti setelah memperoleh kerja, doktrin yang diberikan bapaknya semenjak memasuki dunia perkuliahan.
 Tiba-tiba ucapan sopir angkot  membuyarkan fikiran Talita berhubung posisi angkot sekarang telah di depan kampus, Talita segera membayar ongkos dan mengucapkan terima kasih. Fikiranya perlahan berebut seolah ingin menghipnotis bahwa beban fikiran di rumah cukup sampai disini, karena berbagai mata kuliah siap antri untuk mengambil fokus pada titik dimana saatnya dia berdiri sekarang ini.
*********
Setibanya di kampus ternyata dosen belum juga masuk, info baru dari teman-teman kalau dosen bakalan datang terlambat. Dikelas telah banyak teman-temannya yang telah pada datang, namun terlihat rupanya mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang lagi oll, baca, ngobrol, ternyata masing-masing telah memiliki kesibukan. Berhubung dosen belum datang Talita memilih untuk melanjutkan bacaannya, persiapan untuk semester pekan depan. Baginya segala sesuatu haruslah dipersiapkan, apalagi otak yang dimilikinya tak seencer teman lainnya. Belumlagi mata kuliah anatomi, subhanallah. Mata kuliah yang paling banyak membuat saraf pada kriting. Dan mendengar pengalaman dari kakak tingkat juga praktikumnya minta ampun, dijamin nggak bakalan lulus sekalipun belajar. Namun berbeda menurutnya, segala sesuatu itu mudah!! Jangan dipersulit hanya karena perasaan. Toh setiap yang di tanam pasti akan menuai. Tergantung gimana proses menanamnya, hasilnya tentulah nggak beda tipis.
Talita mendengar obrolan teman-temannya yang lagi heboh saling sambung menyambung cerita. Ternyata persoalan teman yang sering kirim SMS ke send all yang mana semua itu tentunya membuat teman lain pada terganggu. Talitapun sebenarnya juga kesal, gimana nggak kesal? Setiap aktivitasnya sampai suasana hati yang lagi putus cinta semua di send all sama teman sekelas.
 ”Buat full memory saja deh, masa baru bangun sudah di banggunin sama SMS-nya yang segudang kayak gitu, nggak karuan juga!!”.
 “Sudahlah itu, masa sih nyokapnya di panggil monsterlah karena alasan simple, nyokapnya nggak restuin dia sama pacarnya. Makanya tuh anak sekarang lagi stress!”.
 “Kalo SMS-nya masuk, aku tuh langsung delete, nggak perlu baca apalagi mikir-mikir. Palingan juga lebay deh”.
 “Duh, kalo aku jadi dia, mending putus deh. Lagian cowoknya juga udah ada gebetan baru, padahal kan lagi ada masalah gini”.
 Talita yang semenjak tadi mendengarkan ocehan teman-temannya jadi ikutan penasaran, bukan karena pengen ikutan gosip tapi ingin memastikan apa yang didengar barusan. Karena dia merasa tersindir.
 Kata-kata itu? Astagfirullah hal’adzim..apa aku termasuk sepertinya? Sikap dinginku di rumah?
 Hati Talita menduga. Talita memastikan dengan menanyakan langsung sama teman akrab Tasya, temannya yang sementara naik daun ini karna SMS-nya yang selalu gentayangan di layar handphone sekelas. Dan ternyata benar kalau temannya yang satu itu kayak lagi stress sama nyokapnya, ditambah lagi kesedihan sebelumnya kalau bokapnya baru saja meninggal. Selama ini Tasya paling dekat sama bokapnya. Pantaslah jika rasa kehilanggan itu belum terhapus, dan perasaaan sedih itu selalu menemani hari-harinya. Semua ini bisa dibuktikan dari SMS-nya yang selalu dikirim pada teman sekelasnya. Nggak percaya? Periksa deh di Hpnya Talita sekarang. Belum lagi dia harus ber-adaptasi dengan kenyataan. Ternyata kenyataan lain datang menghampirinya bagai membangun istana di atas pasir. Dirinya harus tergelam bersama istana yang telah lama terbanggun. Alasan karena ortu mengharapkanya untuk serius kuliah dulu, setelah sudah kerja baru bisa membangun istana baru di lahan subur hatinya.
Begitulah prinsip kebanyakan orang tua sekarang, mengingat dunia makin maju, standar hidup tentunya ingin berjalan beriringan. Tak ada yang ingin hidup dalam lingkarang kekurangan, selama kecukupan masih bisa untuk diperjuangkan. Semua ada waktunya dan pasti akan berjalan lancar sesuai ukiran tinta yang jauh telah menuliskan berbagai skenario hidup dari persetujuan sang sutradara yang maha profesinal. Tak ada yang mampu seperti-Nya. Setiap detakan jantung memompakan saluran hidup disitulah karya agung-Nya bertebaran dalam layar kehidupan, sutradara manakah yang mampu menandingi-Nya? Bersaing dalam layar lebar. Tentulah tak ada! Sutradara manakah yang mampu membuat film yang setiap gerak-gerik, kata demi kata menyimpan mutiara yang senantiasa memancarkan cahaya hidayah-Nya. Semua mengandung arti setiap episode yang terlewatkan, tak ada masalah konyol yang berujungkan solusi yang tak berjalan seiring lurusnya langkah hati dan bijaknya langkah akal.
Dalam keheningan suasana hati tampak terlihat keputusan yang siap menanti persetujuan melalui tanda tangan hati. Talita segera mengambil ponselnya yang ada di dalam tas. Dalam fikirannya SMS kali ini lebih pantas untuk menjembatani keputusanya dengan kak Arif. Baginya, sudah cukup perasaan yang belum waktunya ini, karena semua ini sama saja membangun istana dalam alam fikiran. Semua tak ada kepastian, karena kepastian ada di lauf-Nya. Sebelum dia mampu menatap dunia, semua telah tertulis disana. Namun hanya satu solusi yaitu berusaha dan berdoa. Laa yughayyiru taqdir illa biddua’i. Tiada yang mampu merubah taqdir kecuali dengan doa. Hatinya merasa tersayat akan sindiran hadis tersebut. Dia terlanjur menanam harapan yang tak pasti yang tak tahu kapan masa panen akan datang. Boleh saja  berusaha sebagai ungkapan syukur atas nikmat akal untuk berfikir tidak putus asa yang akan menghadang.                     
  “Kak, de minta komunikasi kita dikurangi saja mulai sekarang. Kk tahu gimana kondisi kita sekarang kan? De pernah jelasin sewaktu kk nelfon. Memang berat, tapi itu sudah keputusan de. De hanya menjaga perasaan saja biar nggak terlalu dalam. Demi kebaikan bersama juga untuk ke depan. Kan sudah komitmen sejak awal kita hanya ikhtiar hasilnya gimana, terserah sama Allah karna keputusan-Nya yang maha bijak. Itukan yang kk pernah bilang sama de. De selalu ingat. De pengen lebih fokus sama kuliah.
Tanpa berfikir panjang Arif segera menghubungi Talita, setelahnya terdengar dialog antara mereka melalui telfon.
“assalamualaikum” Suara Arif memulai pembicaraan
“waalaikumussalam” terdengar suara Talita dari seberang. Beberapa menit suasana hening. Namun Arif dengan cekatan segera menanyakan keheranannya.
“ De, kenapa secepat itu bilang komunikasinya mau di kurangi. Memangnya ada apa de?” Arif dengan keheranannya seakan tak sabar ingin mendengarkan penjelasan Talita.
“ De, kan sudah bilang kak. Daripada nantinya penyesalan lebih dalam lagi karena nggak direstuin orang tua, mending jalan tengahnya kayak gini. Dede takut kak, takut semua ini bakalan sia-sia saja. Sebenarnya de juga nggak mau  kayak gini”
“ iya, kakak ngerti perasaan dede. Tapi kenapa begitu cepat kayak gini, memangnya nggak ada jalan lain? Kakak nggak kuat de kalo komunikasi di kurangin, de pernah kan kakak ceritain soal wanita dulu yang kakak sayangi. Dia minta putus komunikasi tapi apa de, setelah itu kakak hanya di balas dengan surat undangan. De ngerti kan perasaan kakak?
“ Dede ngerti kak, tapi itu saja yang pengen de minta sama kakak. Hanya karena satu hal, menjaga kemungkinan terburuk yang nggak pernah kita bayangin sebelumnya. Bisa kan kak?”
“ tapi de siap kan konsekuensi ke depannya gimana?”
“ Insyallah iya kak, de tahu karena itu juga yang de harapkan sama seperti kakak. Kalo nggak, ngapain juga selama ini de pengen ngenal kakak lebih dalam, komunikasi masih sering. Semua ada tujuannya. Cukup satu saja pengalaman de sewaktu itu, untuk kali ini nggak”
“ Iya, kakak percaya. Ya sudah kalo begitu mulai sekarang komunikasinya di kurangi saja. Dede lebih fokus saja sama kuliah. Insyallah kakak juga akan lebih keras lagi dalam bekerja karena tanggung jawab kakak sama adik-adik masih belum selesai. Dede bantuin doanya juga ya? Biar semua yang kita jalani ini nggak sia-sia. Allah nggak buta de, setiap yang benar pasti ada jalan. Kakak yakin itu”.
“ Iya kak. De akan usahain setiap kali berdoa akan menyisipkan hal itu, karena itu juga harapan dede. Nggak mau semua ini berakhir dengan sia-sia”
Semenjak pembicaraan itu Komunikasi antara keduanya semakin jarang daripada biasanya. Yang terpenting hanya saling bertukar keadaan saat itu, tanpa ada pemutusan silaturahim. Keduanya hanya bisa pasrah akan keputusan akhir nanti bagaimana. Apakah berujung pada harapan ataupun sebaliknya semua tergantung dari catatan yang maha bijak. Yang tak terjangkau sekalipun ikhtiar anak manusia semaximal mungkin. Karena apa yang terbaik dimata manusia belum tentu itu terbaik dimata penciptanya. Semua telah teratur oleh sang maha sutradara yang tiada banding oleh siapun. Dialah ALLAH sang maha kuasa, semua keputusan tergenggam dalam kekuatan tangan-Nya. Namun satu hal yang diyakini mereka bahwa hanyalah doa dan usaha yang mampu merubah semua catatan disana.





5 komentar:

Anonim mengatakan...

lanjutkan.... ok my ijooo

Unknown mengatakan...

ijooo...revisi kwa:) nggak ngeh namanya:)

Arif Rahman Igirisa mengatakan...

Jelek banget. Tidak fokus. Kadang sang Narator menyebut "Arif" kadang jadi "Kak Arif".

Deskripsi tokoh kurang jelas. Saya bahkan tidak bisa membayangkan Talita itu kurus atau gendut, cantik atau tidak, dan seterusnya terhadap tokoh lain.
Lalu sebagai masukan, untuk panggilan, gunakanlah huruf kapital di awal. contoh: Kak Arif, bukan kak Arif. Bu Maryamah, Pak Cik Ikal, Pak Etek Gindo, Bundo Mina, Om Donny, Pak Budi, Tante Dian, Ki Hajar, Tuk Dalang, Datuk Maringgi, Abang Tukang Bakso, Den Anton, Mas Danu, Mbak Nur, Teteh Nisa, Uda Maman, Bli Gede, Tulang Hendra, Aa' Gym, dst.

Tapi selebihnya, tetap semangat dalam menulis. Keep Posting.



Setahu saya Nabila sudah punya 2 buah buku. Pertama, kumcer Sevendipity Love (Leutika Prio). Kedua, kumcer Famili... (Udah lupa. Familicious atau Familious, kurang ingat) terbitan Seruni Publishing.

Unknown mengatakan...

ok, makasih buat komentarnya:)

pedas-pedas manis_heheh.

iya sudah 2 buah buka, kurang publisnya aja:) salam kenal:)
kapan2 mampir lagi deh:)komentnya berharga banget:)

Arif Rahman Igirisa mengatakan...

Iya, sama-sama. Mana cerpen terbarunya? Biar saya kasih komentar pedas bak mercon di telinga.