Ayo Tuliskan!!

Laman

Kamis, 26 Mei 2011

“ Bawel Dan Bandel”



Dingin itu perlahan menjalar seiring panas yang menguap dibalik pori-pori kulit. Seakan mengeluarkan intruksi bahwa sinyal positif tubuh menemukan ada antigen yang masuk. Tubuhnya kini ingin menstransfer pesan dari hipotalamus untuk menggerakan seluruh tubuhnya berbaring sambil tak lepas bibir mungilnya melafazkan mantra-mantra yang berujung untuk mengingat-Nya.
“ Ya Allah...kapan ini semua berakhir” lirihnya dalam pembaringan.
Pintu kamar Safira tak terkunci, Bunda masih belum datang, Ayah juga masih diluar kota.
“ Assalamualaikum” suara kakak terdengar dari seberang pintu kamarnya.
Ingin rasanya dia membalas namun, mampunya hanya dari dalam hati. Tubuhnya masih belum mengizinkan untuk sekecilpun melakukan aktifitas. Arham masuk dengan ransel yang semenjak tadi masih tampak setia menggantung di balik punggungnya. Kelihatannya kakak baru pulang dari mendaki.
Arham, yang dipanggilnya kakak. Kini meletakan ranselnya dilantai. Dia tampak terkejut dengan sikap adiknya yang satu ini. Masih berbaring dengan kasurnya. Padahal sudah sore.
“ De, kenapa?” Arham mendekat sambil duduk dikasurnya yang bersprei biru dengan motif bunga matahari yang semetara mekar.
“ Pengen istirahat saja kak” jawab Ira dengan suara lembut dan pelan,  terdengar seakan menahan sakit. Yang rupanya penyakit Ira sementara kambuh lagi.
“ Tuh kan panas..udah minum obatnya belum??” suara Arham muncul kembali setelah menyentuh kening adiknya. Wajar saja panas karena Ira sempat mengukur panasnya dengan termometer dan menunjukan 38,50 C.
“ Belummm...”
“ Dede ini, kan kakak sudah pernah bilang kalo pengen sembuh obatnya di minum. Sekarang obatnya dimana???”
“ Laci...”
“ Pasti belum makan juga?”  Arham menduga.
“ Malas...”
Melihat tingkah adiknya yang dingin layaknya gunung es. Diapun menuju dapur sambil menenteng kembali ransel yang tadi diletakan dilantai untuk dikembalikan dikamarnya yang berada tepat disamping kamar Ira. Setelah diambilnya makanan dan minuman dengan secepat kilat kaos yang penuh dengan keringatnya tadi diganti dengan kaos yang bersih. Bau .
            Kini dia menuju kamar adiknya. Rasa sayangnya kini bercampur aduk dengan kesedihan yang tentunya dirasakan oleh orang yang dekat dengannya. Gadis yang tidak lain adalah adiknya yang 5 bulan akhir-akhir ini mengeluhkan rasa sakit kepala. Yang kata dokter nyeri kepala tipe tegang. Salah satu jenis sakit kepala.
             “ Mau kakak suapin atau makan sendiri?? Ucap Arham ssetelah balik dari dapur dengan membawa makanan serta minuman untuk adiknya. Capek selama mendaki seolah luntur ketika melihat Ira terbaring sakit lagi.
“ Pahit kak, de pengen istirahat” keluh Ira lagi.
“ Kakak kan udah ambilin, yaudah kakak yang suapin” awalnya Ira menolak karena sama saja baginya makan dan tidak makan semuanya seolah tak ada rasa. Karena kakaknya mengancam ala prikekakakan akhirnya dia menurut. Kalo nggak lagi sakit mungkin , semenjak tadi rambut Arham telah menjadi lokasi penjambakannya.
            Suapan demi suapan perlahan masuk keterowongan saluran pencernaannya sebagaimana pelajaran biologi SMA dulu.
            “ Udah kak, de kenyang” lirihnya ketika suapan yang kelima kali masuk.
            “ Baru juga dua kali kakak suapin, masa udah mau berhenti”
            “ Lima tahu...” Safira ngambek. Biasa, emosinya lagi labil. Namanya juga lagi sakit.
            “ Iya deh bandel, sekarang terakhir aja ya? Dede kan pinterrr..” canda Arham yang melihat kerutan otot di wajah Ira yang mengekspresikan sarafnya yang lagi ngambek.
            “ Ihhhh.....” senggolnya dengan menggunakan siku pada lengan Arham. Persis anak kecil yang lagi ngambek. Maklum si bungsu. Padahal kini usianya mulai beranjak 20 tahun selisih 4 tahun dengan Arham.
            Arham tak kunjung ke dapur untuk mengantarkan piring yang telah terpakai. Dia masih ingin menatap adiknya yang telah dua hari satu malam ini tak dilihatnya karena agendanya bersama teman pecinta alam lainnya mendaki gunung dua bersaudara yang tingginya 1328 meter di bitung.
            Ira meminta diceritakan gimana pengalaman kakaknya di gunung. Sampai- sampai Ira tertidur. Nggak tahu kenapa? Padahal kan bukan dongeng. Mungkin karena efek samping dari obat yang diminumnya.
#          #          #
            Dua hari berikutnya. Ira kembali sehat seperti biasa meskipun tak bisa dipungkiri rasa nyeri yang terkadang muncul membuat kepalanya terasa berat yang tak kunjung reda. Seperti berpetak umpetan dikepalanya. Yang jika terlalu di forsil. Kembali muncul.
            Tak hanya mengkonsumsi obat dari dokter, pemeriksaan mata yang seringkali diduga penyebab sakit kepala juga telah menjadi alur ikhtiarnya mencari kesembuhan. Meminum air yang telah dibacakan oleh kyai dari ayat-ayat Al-quranpun sudah. Namun nyeri yang terkadang mencekam tak ingin pergi belum kunjung sembuh.
            Saran dari pamannya yang dokter spesialis saraf untuk senantiasa melantunkan kalimat tauhid dan istigfar sesuai dosis. Kiranya menjadi parasetamol yang senantiasa dikonsumsi oleh hatinya. Yang tentunya secara teori juga berpengaruh terhadap aktifitas saraf yang divonis dokter mengalami ketegangan. Ahh...kayak kesetrum. Pake ketegangan segala?. SubhanaAllah. Namun belum juga menyembuhkan secara total.
            Yah, meskipun terkadang pasang surut optimisnya untuk sembuh sering muncul. Tapi untung saja dia termasuk hamba- hamba-Nya yang beruntung. Karena dikaruniakan kakak yang super duper bawel. Kayak dokter gadungan yang selalu penyuluhan diruang hatinya yang kadang redup karena rasa nyeri yang udah kayak bayang-bayang or nggak pake philips. Dimanapun, kapanpun selalu ada. Nggak ada bosennya.
Pabrik udah pada tutup. Tapi obatnya masih pada numpuk dibalik sosok kakaknya yang bawel. Terkadang pabrik cotton bud rasanya pengen dibelinya untuk menemani hari-harinya yang banyak kemasukan info dari kakaknya . lebay. Rupanya ada juga cowok yang blabermouth? Siapa lagi kalo bukan kakaknya?!
#          #          #
Kini Arham dibuat adiknya binggung. Ada-ada saja maunya. Ke gunung? Otomatislah ortu nggak pada ngasih izin. 50% mungkin Ayahnya ngasih, biasa si bungsu yang pinter ngerayu kayak kakaknya. Namun Arham berfikir lain lagi. Ada yang ingin disampaikan untuk adiknya yang bandel itu. Yang nggak mau dengerin kalo belum ada kenyataan yang ngasih kabar duluan. Meskipun ini memang modal yang penting untuk adiknya. Tapi...
            Memang ginni deh punya ade cewek. Apalagi dapat yang bandel. Nggak suka dengerin apa yang dipetuahkan oleh kakaknya. Yang sebagai seorang lelaki tentunya ingin menjaga adiknya. Aset bangsa. Yah ...sama deh kayak fikiran ortu yang punya anak gadis.
            Arham menuju dapur untuk menemui Bundanya yang sementara bercengkrama dengan area dapurnya. Untuk konsultasi bak perawat yang butuh intruksi dokter. Tapi dalam kasus yang berbeda. Dengan aturan kata yang sudah tersusun jelas di balik keinginaannya untuk memintakan izin buat adiknya yang lagi ngidam ke gunung. Berhubung udah banyak kali proposalnya nggak diterima dimeja ortu. Jadi deh,  kakak yang turun tangan.
            “ Nggak bisa! pokoknya Bunda nggak izinin. Kakak tahu kan gimana kondisa ade sekarang? Gimana kalo ade kenapa-kenapa sampe di puncak? Emanknya mau sewa ambulans ke gungung. Kalo iya Bunda izinin!” busyett..pedas. kayak makan cabe sekarung. Arham masih nelan ludah, telinganya kayak lagi keluarin uap-uap cabe. Wajar Bunda lagi buat sambel. Tangan Bunda masih gesit mengaduk-aduk.
            “ Iya. Kakak juga mikir gitu Bun. Tapi kan kasihan juga lihat Ira . Udah berapa kali juga Bunda sama Ayah nggak ngasih. Ya Bunda ya? Kakak janji bakalan ngawasin ade” rayu Arham untuk kesekian kalinya.
            “ Pokoknya Bunda bilang nggak. Tetap nggak, titik!” ucap Bunda dengan nada tinggi.
            “ Kakak jamin kalo sampe ke puncaknya hanya sejam Bun, kan rencananya gunung Mahaw yang di tomohon. Kan nggak lama Bun, bareng- temen lain juga kok” jelas Arham lagi. Setelah banyak beradu kata, entah kenapa akhirnya Bunda ngasih izin juga tak seperti biasanya jika Ira yang minta izin untuk jalan ke tempat lainnya.
Anak Bunda yang satu ini memang jagonya merayu. Pantas saja jika teman-teman ceweknya pada  rajin kerumah. Tapi tentunya bukan karena Arham yang mengundang. Dan seringkali tanpa sepengetahuan kedua anaknya, Bunda memperhatika kalo Ira seringkali ngejailin biar temen-temennya yang rada genit cepat pulang. Yang penting bawaannya untuk Arham telah sampai ditangan adenya. Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
#          #          #
Kini kedua kakak beradik bersama rombongan lainya telah menuju tomohon. Kurang lebih satu setengah jam perjalanan. Meskipun mereka tiba pukul setengah sebelas siang yang panas. Namun di kota ini, panas itu seolah terselubung akan aroma kesejukan kota tomohon yang dikenal denga kota Bunga.
Indah,  karena rentetan gunung lokon dan mahaw selalu menjadi pemain dalam pandangan mata yang bolak-balik lihat kanan kiri selama perjalanan. Disana sini bunga-bunga dengan berbagai varietas terbingkai indah dalam tatapan sekilas.
Kini mereka singgah sebentar menuju mesjid Agung Al-Mujahidin di tomohon untuk menanti sholat jumat. Setelah itu baru mendaki gunung.
#          #          #
Dengan menggunakan angkotan umum mereka menuju ke kaki gunung dan acara mendakipun dimulai. Berbagi potret kreatifnya sang pemilik gunung mulai menaburkan hasil penciptaannya. Berbagai batang bawang, pohon jagung, kol layaknya berdiri bershaf-shaf rapi membentuk berbagai petak seolah menjadi permadani hijau. Yang membentang menmbangun latar gunung mahaw.
“ Heh...kapan nyampenya kalo benggong terus??” Arham menepuk bahu Ira sambil menarik tangan kirinya dan menunjuk dengan jari telunjuk kalo temen-temanya yang lain sudah pada jalan duluan.
“ Hehehe..iya kak. Lupa” Ira cengeesan. Masih terlintas dalam lubuk hatinya ungkapan syukur yang tertata bahwasanya Allah Maha Kreatif, menciptakan segalanya namun memberikan setetes perbedaan yang berbuah keindahan dengan berbagi style yang dimiliki. Ira senyum-senyum kecil sendiri. Arham yang semenjak tadi memperhatikan tingkah adenya yang kayak orang kampung. Begitu terkesan dengan pemandangan gunung.
Selama mendaki Ira tak hentinya memotret berbagai pemandangan. Arham seolah berperan ganda selain jadi pengawal menjadi kameramen juga yang siap memotret adiknya disetiap ada yang aneh-aneh menurut Ira.
“ Yang aneh-aneh itu baru namanya kreatif  karena nggak ada yang tahu kalo ngak di kasih tahu...hahah” ucap Ira ketika kakaknya mulai ngeledek kayak orang nggak pernah liat gunung dan model di hutan karena dikit-dikit kamera. Keduanya persis tikus dan kucing yang kejar-kejaran digunung. Lucu.
Setelah sejam lebih jalan akhirnya mereka sampai di puncak. Udara sejuk mulai memainkan aromanya. Rombongan lain pada mulai tawaf, katanya nggak ada kesan kalo nggak tawaf sampai dipuncak. Tapi kakak beradik ini memilih duduk, meskipun awalya Ira maksa pengen ikutan tawaf bareng teman lainnya. Lagian Ira tampak terlihat sedikit pucat. Kelelahan. Makanya si bawel maksa.
“ De, tahu nggak maknanya mendaki kita kali ini?” tanya Arham yang semenjak tadi bawelnya kumat karena adiknya yang paling mendominasi pembicaraan sejak dari kaki gunung. Ira mulai merajut kata-katanya memetik hikmah yang bisa dia petik selama perjalanan tadi. Arham mengiyakan semua namun ada satu hal yang penting jelasnya lagi.
“ De tentunya punya niat untuk sembuh, sama kayak ade punya niat untuk bisa sampai ke puncak. Masih ingat kan kakak udah berulang kali bilang kalo ade bakalan sembuh meskipun, nggak tahu kapan. Yang sama artinya  juga ketika di perjalanan tadi de tahan-tahan nafas karena perjalanan yang melelahkan. Belum lagi de keliatan girang banget, yah maklum taraf pendaki awal..haha” ucap Arham yang kemudian melanjutkan.
“Makanya biar cepat sembuhnya, hindari keluhan-keluhan ade. Bukan berarti kakak nggak empati. Kakak bisa rasain itu de,  meskipun bukan kakak yang sakit. Ketika ade senang, saraf ade juga nggak tegang. Apalagi diperbanyak dengan kalimat yang paman udah jelasain efeknya secara medis. Ade nggak mungkin sampe ke puncak kalo dari tadi ade nggak jalan sejam lebih. Begitupun ade nggak mungkin sembuh kalo ade nggak ada niat serta kesabaran kayak yang de lakuin tadi..iya kan bandel??” ucap Arham panjang lebar yang nggak tahu Ira yang disampingnya sempat terharu.
“ Hmmmm...iya-iya pak dokter yang bawelll...dede ngerti kuliah hari ini” jawabnya. Sambil meng-copy paste kedalam file hatinya yang udah tertumpuk dari kakak. Dirinya mulai berjanji dalam diri ketika pulang nanti niat besarnya untuk sembuh akan dia up-date tiap waktu serta perjalanannya hingga ke puncak kesembuhan.

Tidak ada komentar: