“Jika aku bisa curhat sama Bunda...
Akupun ingin menjadi penulis disini. Diruang yang begitu kecil namun begitu elastis. Ada banyak keajaiban yang pantas aku kabarkan pada Bunda nantinya. Agar dia bisa tersenyum ketika aku keluar, yang pastinya selalu dinanti-nantikan.
Yah, meskipun aku tahu nantinya sesuai skenario lauful mahfuz aku tetap harus menangis. Karena bidan- bidan menantikan tangisanku. Bahkan jika aku menangis mereka akan memberikanku nilai tertinggi. Begitu berhargakah arti tangisanku untuk seorang bidan??
“Jelas! Jika tak menangis itu tak normal. Karena paru-paru harus bisa terisi oleh udara. Apalagi kalo bukan dengan jalan menagis. Sehingga membuat paru-paru terlatih bernafas. Kamu harus mandiri! Tidak seperti ketika di dalam yang serba bantuan. Hanya mengandalkan tali pusat dan plasenta!” Mungkin begitu kata-kata ses bidan. Jahat.
Lagian jika harus memilih aku lebih baik menangis. Karena bila tidak, bidan- bidan itu pastinya akan memukuli pantatku hingga aku menangis. Baru keluar saja udah di pukul, mending menangis pikirku. Nggak kerja dua kali. Hehe...
Ternyata catatan lauf-Nya yang bakalan jadi skenarioku nanti, jauh lebih hebat ketimbang buku-buku yang ada diluar sana. Makanya bila nanti aku terjun dari perut Bunda aku ingin jadi penulis. Yah, pengalaman memang guru terbaik.
Sejak sebulan aku nginap disini, kini aku merasakan kepalaku begitu besar. Malah besarnya sepertiga dari seluruh badanku. Begitulah model kepalaku diakhir bulan pertama.
Apa maksud-Nya dengan kepalaku yang sebesar ini ? mirip penderita hidrosefalus jika aku dengar di dunia seberang sana yang begitu berisik.
Dengan besarnya kepalaku ini aku mencoba berfikir. Mungkin di luar nanti aku harus banyak berfikir tentang siapa aku? Untuk apa aku nanti keluar? Apa yang bakal aku lakukan disana? Padahal kan disini semua serba gratis. Makan tinggal nebeng saja sama pemilik duniaku ini. Bunda. Oksigenpun gratis. Aku tinggal menanti keajaiban demi keajaban.
Ahhh.. aku hanya bisa menduga dan menduga. Tapi kenapa dugaanku ada ya?? Hahah...
Mungkin karena pengaruh kepalaku yang besar!
Bunda , yah semacam nama itulah nantinya yang akan mengajariku di dunia luar. Aku belum mampu berucap. Kalo paham iya. Siapa dia? Yang aku tahu hanya kado Tuhan untuk menemani hari-hariku nanti.
Di ulang tahunku memang hanya tuhan pemberi kado terunik. Karena Dia memberikan yang tak pernah diberikan selain-Nya. Benda hidup! Ayah dan Bunda dan semua silsilahnya aku tak tahu...
Oh ya, aku mulai merasakan ada saluran yang mulai bernyanyi...dup, lup, dup, lup.
Jantung. Itu yang aku dengar setiap saat disini. Ahhh..mungkin hiburanku disini termasuk kado dari Tuhan juga, yang nanti diluar sana tak bisaku dengar setiap hari sekeras disini. Karena ada yang akan lebih seru lagi nantinya. Suaranya mirip dengan bunyi denyutan jantung Bunda di atas tempat penginapanku. Bunyinya sama. Indah. Apa itu musik klasik? Tapi, kayaknya bukan. Musik cinta .
Apa maksudnya ya saluran itu berdenyut?? Kenapa bunyinya gitu juga.
Dup,lup,dup,lup,dup,lup...lagi-lagi dia bernyanyi. Huft...
Disini kerjaanku hanya bisa menduga dan menduga.
Dibalik denyutan yang aku rasakan. Denyutan jantung yang perlahan mengalirkan seabrek darah seakan menjadi guruku disini. Karena guru hidupku nanti adalah dua makhluk yang dihadiahkan oleh Tuhan.
Materi yang diajarkan jantung diakhir bulan pertamaku bahwa nanti, jika aku telah cukup umur dan keluar menuju dunia yang lebih luas. Aku harus bisa sedermawan jantung. Dia selalu memberi dan memberi. Tidak hanya kepada satu organ tapi keseluruhan penghuni penyusun tubuhku. Mulai dari sel, jaringan sampai seluruh organ.
Karenanya aku bisa merasakan manisnya glukosa yang awalnya dari berbagai makanan yang mengandung unsur karbohidrat. Ternyata dibalik kepalaku yang besar. Ada isinya juga.”
# # #
“Akhir bulan kedua, dalam bungkusan rahim yang hangat seakan diselimuti sepanjang hari. Berapa derajat celcius ya?
Kini aku tak lagi berwajah seperti alien. Sebagaimana kata-kata orang luar mencemoohku. Wajahku kini sama seperti Campuaran Ayah dan Bunda. Dan hebatnnya lagi kaki dan tanganku di bagian ujungnya telah membelah. Sel-sel lainnya ada yang memilih diam untuk tidak kerja lagi. Kun fayakun jadilah jari-jariku yang mungil. Untuk apa nantinya??
Rasa ingin tahuku begitu tergoda disetiap detik yang selalu saja ada keajaiban. Terkadang aku takut di bulan-bulan ini. Aku takut meninggalkan ruang hangat ini. Karena aku tak tahu juga jika Bunda diluar sana meminum obat yang bisa membuat aku keluar secara paksa. Bukan hanya itu, terkadang aku belajar juga pengalaman dari teman-teman lainnya , alumni intra uteri[1] tempat kami hidup. Terkadang mereka gugur, karena ulah Bunda yang jahat. Yang tak memiliki pri-keBundaan dan pri-keadilan.
Diusiaku yang masih lemah akupun gampang terguncang dengan monster pitoxin, nama yang paling dikenal untuk penghuni disini. Nama itu yang sering aku dengar dari alumni. Yang sering kali laksana pramong praja yang mengusir penghuni disini secara paksa. Menggertak-gertakan tempat penginapanku, hingga aku pusing karena guncangan yang sangat hebat itu.
Kata teman-teman, mereka begitu sakit, kaget yang sangat hebat. Bagaimana tidak? Ketika itu kan ada yang lagi bobo, bermain , belajar, olahraga( nendang-nendang). Eh, nggak tahunya bagaikan terjadi gempa di dunia mini kami. Sehingga jika pijakanku tak terlalu kuat, dan pasukan antibodi Bunda kalah. Maka akulah yang gugur.
Darahku muncrat dimana-mana. Entah gugur bergelar syuhada atau mati konyol?. Tapi aku tahu setelahnya aku akan lebih bahagia lagi dipangkuan-Nya. Dia yang nantinya akan menghidupiku lagi tapi, di dunia yang jauh dari keliaran orang-orang jahat. Semoga- calon Bundaku tidak demikian adanya”.
# # #
“ Sayang , kamu baik-baik saja ya di dalam. Bunda selalu ada di dekatmu. Bunda janji akan selalu menjagamu. Karena Bunda sayang kamu. Makanya dede didalam jangan nakal. Jangan dulu kebelet keluar sebelum waktunya sayang” ucap seorang wanita berusia 25-an yang kini sementara mengandung. Sambil mengelus – elus perutnya yang belum terlalu menonjol, baru sekitaran bawah perut.
“ Rupanya begini Ummi sewaktu itu. Pantaslah syurga berada di kaki ibu” lirihnya kembali sambil terus menuliskan sesuatu di selembaran kertas.
Sebagaimana pesan dari Bu’ Bidan kalo selama awal kehamilan ini jangan terlalu banyak beraktivitas yang berat-berat demi kebaikan janin di dalam.
# # #
“Di akhir bulan ketiga, keajaiban itu datang lagi membuatnya kini bisa bergerak karena ketakjubannya merasakan berbagai keajaiban yang terjadi.
Kali ini aku tumbuh semakin pesattt...
Tubuhku seolah membentuk tiga lapisan untuk perkembanganku selanjutnya. Laksana power ranger yang suka berubah. Ternyata disini akupun bisa.
Lapisan – lapisan itu saling berbagi tugas. Tim suksesnyapun terlihat banyak.
Seingatku lapisan terdalam itu bertugas membuat semacam sistem agar apa yang aku makan nanti bisa melewati berbagai terowongan yang panjang tapi, sekalipun panjang tetap muat diperut kecilku. Apa itu ya?. Selain itu juga membentuk tempat oksigenku nginap dan diolah, serta hati yang bakal jadi tempat daur ulang yang ajaib.
Ternyata. Semuanya begitu ajaib..hebat tuh penulis skenario lauful mahfuz. Dari masa kemasa tetap jadi best seller . Besar nanti aku pengen belajar langsung darinya. Penulis terhebat sejagat raya.
Belum lagi lapisan tengah yang unik, tempat denyutan saluran tadi yang bunyi melulu. Dup, lup dup, lup... akan dibuatin rumah tapi bentuknya kayak mangga. Dan gimana aku nantinya, mau jadi cantik or ganteng bakalan dibuat juga dibulan ini. Juga Sesuatu yang keras Biar aku bisa kuat dan dilapisi dengan otot yang lembut akan dibentuk oleh lapisan tengah ini. Serta ginjal yang ditugaskan sebagai penanggung jawab bagaimana darahku nanti bisa bersih terus.
Wahhh..hebatnya.
Dan nggak kalah hebatnya juga lapisan terluar, dia yang bakalan buatin aku semacam rambut dan kulit yang sebentar nanti jadi pelindung. Mata dan juga sistem yang kayak kabel-kabel biar kalo aku terbentyuk nanti bisa nyambung kesana-kemari. Biar makhluk luar juga nggak bilang aku ini “nyak nyam”[2]. Padahal kan aku belum tua kok dipanggil “nyak”.
Sesuatu yang kini tmbuh di ujung jariku. Dia sedikit keras dari jari-jari. Yang menambah cantik jari- jariku. Namun apa bisa aku menjaga keindahan tanganku ini diluar sana?
Apakah aku bisa menjaga semuanya yang diberikan di tanganku. Aku takut dengan keindahan jari-jariku ini kalo nantinya tak memiliki arti di luar sana. Karena selama ini aku banyak belajar, banyak teori yang harus aku praktekan di luar nanti. Pengawasnya juga tentunya nggak selalu baik. Pastinya kalo aku salh bakalan di jewer. Pengawasannya 24 jam.
Tapi aku dengar dari para alumni yang kini telah sebesar raksasa, ada juga pengawasannya nggak 24 jam. Makanya ketika mereka salah nggak dibenerin. Dibalik kesenangan mereka ada sesuatu yang hilang. Makna kebenaran teori disini atau?? Aku kan tahunya menduga.
Aku dengar juga kalo disana banyak tikus berdasi. Tangan mereka indah tapi tak memiliki arti. Tikus-tikus itu kenapa tak diracuni saja biar mati?
Ahhh....sebentar nanti akan aku tanyakan sama Bunda. Kenapa mereka tak di hukum mati saja? Percuma hidup! Padahal aku saja sudah merasa senang dengan berbagai keajaiban kuku yang semakin membuat tanganku semakin cantik. Yang tentunya akan semakin indah jika dilapisi dengan amanah.
Dunia memang banyak teka-teki. Kenapa mereka tak membuatkan aku diary disini. Agar aku bisa menulis berbagai keajaiban yang ada. Dipenghujung 3 bulan aku nginap banyak yang perlu aku catat. Ahhh....apa gen-gen menjadi penulis kini telah menyatu dalam benang-benang biruku??
Usiaku disini masih lama lagi. Masih ada enam bulan lagi aku bisa berguru disini.
Meskipun aku kecil dan lemah, yang terkadang kebanyakan yang aku tempati ruang perutnya kecewa. Tapi sedikitpun aku tak pernah kecewa. Ada rahim tempat tinggalku yang amat begitu penyayang seperti namanya.
Bunda, tunggu aku ya?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar