Ayo Tuliskan!!

Laman

Senin, 03 Oktober 2011

Maaf vs Balas Dendam

Ketika terjadi kesalahan, buntutnya kalo bukan sulit memafkan pilihan kedua ya, balas dendam. Yuk, kita bahas bersama agar kita bisa tahu bagaimana keuntungan dan kerugian dibalik dua sikap tadi. Dengan mengetahui beragam efek samping jadinya kita tinggal berpikir dan ambil pelajaran yang mana seharusnya yang lebih baik kita ambil sikap karena beragam resiko telah kita tahu benar. “Maka apakah (Allah) yang menciptakan sama dengan yang tidak dapat menciptakan (sesuatu). Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”(QS:An-Nahl:17)

Maaf Itu Sejatinya Awal Dari bersikap Adil

Kesalahan, merupakan bagian dari fitrah. Karena tak mungkin manusia selalu benar dalam beragam posisi. Adapun kita bahkan menempatkan kesalahan sebagai media pembelajaran. Menjadikannya sebagai guru kehidupan agar di kehidupan mendatang tak berbuat kesalahan untuk kedua kalinya. Yah, kita tak ingin jatuh dilubang yang sama! Cerminannya sering kita lihat dari diri kita sendiri, ketika kita berbuat salah maka suatu saat kita akan memulai memafkan kesalahan yang telah kita perbuat dan mencoba untuk membuat sebuah janji dengan diri sendiri untuk tidak mengulangiya kedua kali. Subhanallah ... Allah saja Maha Memaafkan, kenapa kita hanya sebagai seorang hamba tidak? Begitu Allah sangat mencintai kata memafkan sebagaimana firman-Nya: “Kemudian, sesungguhnya Tuhan-mu(mengampuni)orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertobat setelah itu dan memperbaiki (dirinya), sungguh, Tuhan-mu setelah itu benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.”(An-Nahl:119) Nah, bagaimana jika kesalahan itu dilakukan orang lain? Apakah sikap memaafkan menjadi pilihan kita juga? Seperti kita memaafkan diri kita sendiri sewaktu kita berbuat salah. Kalo boleh jujur nih, Terkadang kita sering berbuat tidak adil baik untuk diri kita sendiri maupun orang lain. Coba kita ingat kembali beragam kesalahan orang lain, terkadang kita tak adil kepada mereka untuk mencoba memafkan. Kita tak ingin mendengarkan alasan-alasannya karena terlanjur kita telah menangkap yang menurut kita “benar” bahkan cepat membuat vonis bahwa dia berbuat salah. Dan tak pantas diampuni! Woy, siapa kita sih? Pencipta saja memaafkan, lah kita ciptaannya? Padahal, tak semua yang kita lihat itu benar adanya. Dan tak selamanya juga yang benar itu mampu kita lihat dengan mata, bisa saja kan mata hati saja yang mampu melihatnya? Sebagaimana yang dilakoni para artis di sinetron. Boleh jadi kita bakalan akan berbuat sama dengan kesalahan yang dibuat orang lain ataupun bertindak lebih jauh menyimpang. Maka dari itu tak salahlah jika kita memberikan kesempatan untuk sekedar mendengarkan penjelasan dari kesalahan yang dilakukan. Dibalik penjelasan bisa jadi tersimpan kunci memafkan yang hilangnya tak tahunya dibawa kesal yang tak kunjung dapat jawaban. So, memberikan kesempatan akan penjelasan itu kuncinya agar terbuka pintu maaf.

Awal Munculnya Dendam Berantai

Ketika pilihan jatuh untuk membalas dendam karena tangga memafkan tak dapat kita daki. Maka bersiaplah diri kita untuk dihajar oleh balas dendam dari orang lain. Karena kenapa? Bisa saja, orang yang kita balas dendam juga tak mampu memafkan karena kesalahan yang kita buat dan akhirnya memilih untuk membalas dendam. Maka jadilah balas dendam berantai. Padahal Allah sendiri tidak suka, akan tetapi Dia memberikan ide yang jenius untuk siapa saja yang memilih skenario balas dendam. Nih, buktinya. Langsung saja diresapi melalui pori-pori hati dan langsung dimaknai bagaimana jeniusnya ide besar kitab nomor satu di dunia ini. “Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”(An-Nahl:126) Balas dendam boleh-boleh saja. Tapi harus kita ingat bagaimana resikonya. Bukankan kita pada dasarnya ingin mengambil sikap yang lebih baik? Yang lebih sedikit peluang resiko yang bakalan kita hadapi. Maka dari itulah pilihan yang terbaik itu Allah hadirkan yaitu dengan bersabar, maka putuslah rantai dendam kesumat yang mengikat pelakunya. Jadi mau pilih yang mana? Itu terserah kita. Yang terpenting siap saja dengan berbagai resiko yang siap masuk daftar hadir dalam kehidupan. Bukankah orang bijak banyak berkata “meminimalisir resiko itu lebih baik ketimbang borong resiko”, yang ada kita hanya menyusahkan diri sendiri saja.

Tidak ada komentar: