Ayo Tuliskan!!

Laman

Rabu, 14 September 2011

Kecil Tapi Istimewa

Melihat tingkah lincah anak kecil, celoteh yang terkadang membuat orang dewasa tersentuh hatinya, wajah yang halus belum juga ditambah senyum yang manis. Yah, gambaran sekilas anak-anak yang menggemaskan. Namun apa gerangan terkadang status malaikat penjaganya dibumi, yang tak lain adalah orang tua terkadang tak bisa menyadari akan begitu berharganya memiliki anak. Ada yang memilih alasan kerja, ekonomi, pendidikan untuk sekedar tak merasakan bagaiman waktu membawa si anak tumbuh dan berkembang tiap harinya. Sampai-sampai ada juga orang tua yang baru sadar bahwa anaknya sudah besar. (kemana saja sih, ketika anak masih kecil?) Anak kecil dulu dan sekarang memang jauh berbeda. Diluar pengaruh zaman yang makin edan ini dengan alasan kemajuan. Dilihat dari fisik tampak anak kecil sekarang jauh dari kostum-kostumnya yang mengemaskan baik itu mode ataupun trend yang dibawa dari artis idolanya. Mode pakaian anak kecil saja sekarang ini tak jauh berbeda dengan mode pakaian remaja. Gaya anakpun terkadang mengikuti jejak para remaja. Ada apa gerangan? Kiranya faktor penyebab begitu banyak, belum juga didukung oleh beragam media yang jika diamati film untuk anak kecil membuat mereka kebanyakan untuk menutup mata. Itu berlaku untuk yang tahu batas tontonan, dan dibawah pengawasan orang tua. Nah, yang tidak. Bagaimana? Meskipun hari anak di Indonesia setiap tahunnya dirayakan. Namun, masih banyak juga yang tak berempati dengan segala macam yang berkaitan dengan pernak-pernik seorang anak. Tidak hanya orang tua ataupun orang dewasa, remaja juga. Anak tekun belajar di sekolah Anak berbinar-binar bermain play station Sekelompok lainnya, bernapas asap knalpot menjajakan koran Anak lainnya, berpeluh lumpur membantu ibunya menanam padi Anak lainnya, kelelahan menjadi buruh pabrik kecil di ujung desa Fakta ini masih ada, ketika hari anak nasional digelar tanggal 23 Juli ini Anak dipaksa harus bekerja, hanya karena ekonomi keluarga hanya karena kemiskinan Anak gemuk berpipi montok, berlarian sangat lincahnya Anak berkulit bersih dan sehat, tertawa dengan gigi putihnya Sebagian lainnya, tidak mampu berdiri hanya karena menderita gizi buruk Anak lainnya, harus meregang nyawa hanya karena tidak diimunisasi Anak lainnya, sedang menunggu ajal hanya karena tertular AIDS dari ibunya Fakta ini belum hilang, ketika hari anak nasional diperingati tanggal 23 Juli ini Anak dipaksa berpenyakit, hanya karena korban kondisi orangtua hanya karena kelalaian negara Anak bermanja selalu diasuh ibunya Anak terlelap dibelai sayang bapaknya Sebagian orangtua lain, menampar hanya karena anak menangis minta tidur Orangtua lain, memukul hanya karena anak mengompol di kasur Orangtua lain, menyubit kulit mulus hanya karena anaknya minta dibelikan mainan Gurunya yang bukan orangtua , menendang hanya karena anak terlambat sekolah Gurunya yang bukan orangtua, menghantamkan mistar ke wajah hanya karena anak tidak mengerjakan pekerjaan rumah Fakta ini bukan cerita, ketika hari anak nasional dirayakan tanggal 23 Juli 2009 Anak dipaksa menerima kekerasan, hanya karena kebiadaban manusia dewasa Hanya karena kekejian manusia dewasa Anak merayakan gemerlap peringatan hari anak di hotel berbintang Anak bergembira bernyanyi di panggung hari anak nasional Sekawanan anak lainnya, masih mengalami korban ekploatasi seksual Sekawanan lainnya, masih menjadi korban asap rokok manusia dewasa Sekawanan lainnya, masih menjadi anak jalanan Sekawanan lainnya, masih menjadi korban kekerasan Sekawanan lainnya, masih menjadi korban kelaparan Sekawanan lainnya, masih menjadi korban perdagangan anak Fakta ini bukan isu, ketika hari anak nasional diramaikan tanggal 23 Juli ini Anak masih menjadi korban, karena gegap gempita hari anak hanya sebatas slogan Hari anak, hanya sekedar seremonial hanya sebatas pidato pejabat Negara hanya sekedar himbauan para pemerhati anak hanya secuil gegap gempita sehari setelah itu anak masih saja tetap menjadi korban anak masih saja tetap diabaikan haknya Sudahkah manusia dewasa peduli dengan anak Menghentikan tangisan anak saja tak mampu bagaimana mungkin kamu bisa peduli dengan anak Ternyata masih ada tangis, ditengah kegembiraan seremonial hari anak ini Anakku selamat hari anak Meski kamu dan temanmu kadang masih harus menderita dan menangis Beragam fakta dan data hanya bisa menangis dalam kecepatan kerjanya untuk menyajikan kepada khalayak seputaran kisah anak bangsa. Kapankah tangis anak bangsa bisa berakhir? Setidaknya, seiring bertambahnya tahun data dan fakta makin bisa memberi kejelasan akan penurunan angka kekerasan, pelecehan pada anak ataupun kasus lainnya yang mengambil objek seorang anak. Bukankah tongkat estafet nantinya juga akan kembali kepada mereka yang akan melanjutkan? Terlalu banyak pertanyaan yang tak terjawab seputaran masalah yang tak tuntasnya seputaran anak. Padahal jika kita mau merujuk butiran pesan dari sang psikologi anak yang tak terbantahkan yaitu baginda Rasulullah SAW: “Anak-anak itu adalah hamparan surga yang indah.” “Cukuplah seorang dianggap berdosa apabila menelantarkan orang0orang yang menjadi tanggungannya.” “Seorang yang mendidik anaknya jauh lebih baik baginya daripada bersedekah satu sak tiap hari.” “Cintailah anak kecil dan sayangilah mereka. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka, penuhilah janji itu karena mereka itu hanya dapat melihat bahwa dari kamulah orang yang memberi rezeki kepada mereka.” Adrian Wagner juga mengakui: Anak-anak bukan sekedar makhluk yang kecil. Mereka adalah orang-orang istimewa. Tidak ada yang seperti mereka di dunia. Begitu perhatian dan kasih sayangnya Rasulullah terhadap anak sampai suatu ketika, Ummu al-Fadhl menimang bayi. Rasul kemudian mengambil bayi itu lalu mengendongnya. Tiba-tiba sang bayi buang air kecil dan membasahi pakaian Rasul SAW. Segera saja Ummu al-Fadhl merenggutnya secara kasar bayi itu dari gendongan Rasul. Rasul pun menegurnya, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan jiwa anak akibat regutanmu yang kasar itu?” Hanya sekedar persoalan cara yang kasar merenggut sang bayi saja mampu mengeruhkan jiwa seorang anak, yang tak lain sama halnya dengan kaset kosong. Yang tak akan terisi kecuali orang-orang terdekatnya yang mengisi. Bagaimana dengan jiwa seorang anak yang mengalami tindak kekerasan, pelecehan dan kasus lainnya? Pasti tak saja mampu mengeruhkan jiwa tapi bisa saja sampai mengotori jiwanya yang bersih. Bagaimana nantinya? Kiranya ini tak hanya menjadi pertanyaan yang dijawab oleh para orang tua saja tapi seluruh anggota keluarga yang tak lepas 24 jam bersama seorang anak. Bukankah keluarga awal terciptanya sebuah masyarakat? Jadi, tak salah jika pesan Aa Gym menjadi berlaku untuk kita menyanyangi anak. Mulai dari yang kecil, diri sendiri, dan sekarang!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

true story,,,,,
bagaimanapun mereka adalah generasi penerus.....

Unknown mengatakan...

heheh... kakak ini:)buka-buka kartu

rajin2 nongol di blognya ade lho:)