Ayo Tuliskan!!

Laman

Minggu, 11 September 2011

Dibalik Masa Silam

Ketika kita merasa ragu akan bertindak bagaimana. Cobalah, untuk berdiri dititik sekarang kita berdiri. Titik keadaan dimana kita sekarang ini. Dan tengoklah ke masa silam, apa kita pernah seperti sekarang ini? Dalam posisi penuh keraguan untuk melanjutkan ataukah berhenti saja mencari jalan lain yang lebih baik, ataukah, ataukah lainnya? Ketika itu aku masih kelas 3 Aliyah. Tak sangka amanah yang datang begitu banyak yang begitu menguras pikiran. Lomba pidato bahasa Arab, Qiraatul Qutub dan menulis karya tulis islami. Ketiganya ingin mengambil fokus dan konsentrasiku. Bertepatan lombanya dalam bulan yang sama. Otomatislah waktu harus diatur sesuai porsi. Aku ragu. Yah,apa bisa menjuarai semuanya? Aku tak ingin nama pondok turun karena tak bisa menjuarai. Berapa banyak waktu yang dikeluarkan oleh para Ustad membimbingku? Jika tak terbalas, bagaimana nanti? (pikiran seperti ini rupanya untuk sekarang telah ter-format. Sebenarnya yang terpenting bukan juaranya tapi seberapa dalam aku bisa memahami makna juara itu. Menang kalah adalah hal yang biasa dalam dunia perlombaan. Yang terpenting bagaimana usahanya dulu, seberapa besar target yang ingin dicapai) Belum lagi ketika itu ada tawaran dari kepsek untuk ikut Olimpiade Matematika. Akupun mengiyakan, dengan sedikit ragu. Namun, Alhamdulillah ternyata kepsek menggantikan posisiku kepada teman lainnya. Saran kepsek sewaktu itu fokus saja dibidang yang lain selama masih ada yang bisa digantikan. Akhirnya tibalah hari H. Selama perlombaan berlangsung Alhamdulillah dan InsyaAllah, dua kata yang keluar dari lubuk hatiku. Aku meraih juara 1 lomba pidato bahasa Arab dan Qiraatul kutub se-Manado pada PORSENI. Tapi, karya tulis yang kukirimkan itu nasibnya tak menentu hingga sekarang ini kabarnya tak ada. Apa perlombaannya diganti untuk sekarang ini? Waktu singkat dengan status pemula belum cukup untuk jadi juara! Menulis tak sama dengan sulap. Sekali belajar mantra langsung jadi tulisan. Tapi proses panjang juga berlaku. Masih ikutan lomba atau tidak? Karena lombanya tak makan sehari saja. Tapi berhari-hari tanpa dispensasi jika memang punya misi. Bukan dikatakan penulis, jika bosan menulis! Bukan dikatakan penulis, jika malas nuli! Toh itulah rutinitasnya. Kupikir jika dititik saat ini soal karya tulis yang tak ada kabar itu tidak ada respon wajar saja. Karena karya yang kutulis adalah karya pertama dan sudah pasti tanda bacanya kacau balau, diksinya amburadul, alurnya kesana kemari tak ada arah. Mana mungkin masuk kategori? Ketika itu aku bertanya-tanya kenapa tak ada kejelasan jika memang tidak menang? Rupanya pertanyaan belum terjawab hingga detik ini. Kembali kepersoalan tadi masalah keraguan. Rupanya kita perlu dan penting juga melihat masa silam tentang yang pernah kita lalui dan setelah mengalami penyaringan mana yang sesuai dengan kasus kita untuk sekarang ini. Boleh jadi hanya berbeda sedikit saja tapi penanganannya tetap sama yaitu mulailah yakin dengan pilihan kita dan jalani saja. “Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk(Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri.” (QS.Al-Isra:15) Bukankah kewajiban kita hanya berusaha dan berdoa? Masalah hasil, terserah Dia mau membuat kisah kita berakhir dengan apa. Yang pasti Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya. Sedikitpun Tuhan tak memiliki niat jahat menggagalkan kita. Logisnya kenapa kita diciptakan, jika hanya untuk gagal? Pasti tidak! Dia memiliki rencana besar dalam kisah hidup yang sedang kita rajut. Jadi tak mungkin hanya gagal saja menjadi warna dalam hidup kita yang terkadang semraut. Adapun jika pada akhirnya kita mendefinisikan sesuatu itu dengan gagal. Namun, perlu diingat berpikir positif jauh lebih baik ketimbang negatif. “Jika kamu berbuat baik(berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. (QS.Al-Isra:7) Ketika kita ragu melangkah kepada pilihan yang kita putuskan. Tengoklah kemasa silam. Bagaimana prosesnya sebuah sikon yang membuat kita ragu untuk bersikap akan tetapi pada akhirnya kita bisa. Bahkan bisa lebih dari menghilangkan keraguan. Tapi juga mencetak prestasi. Bukankah prestasi itu tak sebatas prestasi akademik? (Nabila As-Syifa_kesimpulan hari)

Tidak ada komentar: