Ayo Tuliskan!!

Laman

Selasa, 09 Agustus 2011

pasti bisa

Ketika kau tak sanggup melangkah
Hilang arah dalam kesendirian
Tiada mentari bagai malam yang kelam
Tiada tempat untuk berlabuh
Bertahan terus berharap
ALLAH selalu disisimu
InsyaALLAH...insyaALLAH...insyaALLAH..ada jalan

Lirik yang menginspirasi dikala pikiran kita diambang jalan buntu. Dikala hati kita ternyata temui pintu yang tertutup karena kunci mendadak telah hilang. Disanalah keduanya saling bertengkar, berbentur dan saling merebutkan ego. Apa yang akan aku jalani? Bagaimana cara aku menghadapi? Dunia terasa hampa! Makanan minuman yang masuk sembarang saja, masuk tanpa memberi rasa, saraf-saraf lidah seolah mati rasa. Mungkin itulah sedikit gejala yang dihadapi seseorang ketika menemui titik buntu dalam hidup.
“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar Zarah, dan jika ada kebajikan sebesar Zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisinya pahala yang besar”(An-Nisa:40)
Ada saat dimana kita tak bisa melupakan sesuatu secara utuh. Meskipun dengan segala cara. Namun, ingat yang terpenting dari semua adalah hidup ini harus bisa kita jalani. Harus bisa bangkit ketika kita terjatuh. Harus bisa menendang ketika kita yakin itu hal yang harus kita singkirkan karena bisa menghalangi langkah kita selanjutnya. Nah, itulah logisnya. Ketika kita menendang tentu rasanya sakit. Begitulah konsekuensi.
Dalam mengambil sebuah keputusan, tentu tak akan pernah lepas yang namanya senang dan sedih. Bahagia dan kecewa. Tertawa dan menagis. Tersenyum dan sinis. Yang begitulah dunia diciptakan olehnya sebagai zona yang selalu ada pasangannya. Dunia tentu akan terasa hambar jika yang kita lihat hanya itu itu saja.
Maka dari itu Allah memberikan sebuah kenyataan. Dimana kita tinggal menerima, terserah kita mau membuatnya seperti apa. Karena dunia adalah pilihan. Sungguh, Allah maha bijaksana. Tidak bersikaop semaunya saja, maka dari itu munculah pilihan.
Dan setiap pilihan tentu berpotensi memiliki resiko. Namun, jika keputusan itu telah bulat. Pilihan kita itulah yang akan memaksa untuk bisa menerima dan menjalani apa yang ada. Karena kenapa? Ya, itulah pilihan.
Jadi, seberapa pahit, sakit, kecewa dunia harus terus berjalan. Karena sebenarnya kita masih memiliki energi itu. Meskipun akal dan hati kita terjepit tak berjalan sebagaimana fungsinya. Percayalan, energi itu masih ada. Yaitu kemauan untuk terus berjalan.
Tentunya kita masih ingat pelajaran Fisika bahwa energi itu tak bisa dimusnahkan tapi, bisa dirubah dari bentuk satu kebentuk lainnya. Dari energi listrik menjadi panas, cahaya dan sebagainya. Nah, begitulah kita. Meskipun tentunya kita bukanlah sebuah listrik. Namun apa salahnya kita berpikir bahwa sengatannya itu bisa kita ibaratkan menjadi kondisi kita yang diambang titik nol. Dan marilah kita ubah, karena kita tak bisa musnah kecuali kita menjadikan akhir skenario kita dengan cara bunuh diri. Sebagaimana yang dicontoh oleh artis-artis korea yang menjadi kiblat musisi baru di tanah air.
Itupun jika niat kita terkabul langsung mati, kalo tidak? Berapa banyak lagi penderitaan-penderitaan yang harus kita pikul? Seberapa kuat lagi nafas ini masih berhembus berkejaran antara maut dan hidup? Seberapa kuat tubuh mampu menopang untuk bisa bertahan dalam penderitaa yang tak tahu kapan bertepi di daratan yang empuk?
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku, dan yang akan mematikanku, kemudian akan menghidupkanku(kembali)”.
Allah saja sudah berani menjamin, mengapa kita tidak? Jadi kembali ke masalhan energi tadi. Bukan kesedihan yang harus kita musnahkan tapi dengan cara yang super kreatif kita alihkan ke berbagai aktifitas. Hindari aktifitas kosong dikala kita merasa tak ada arti dimana kita berdiri padahal sebenarnya tak begitu, semua hanya ilusi.

Gabung bersama keramaian

Meskipun kita merasa sendiri, tapi kalo lingkungannya ramai pastti tak akan terbesit untuk bunuh diri ( ujung dari pemikiran kolot), ingat kita memiliki faktor resiko! Jadi mencegah lebih baik daripada mati. Sekalipun ramai dan tak bisa membuat pikiran ikut tetaplah bertahan, karena lama-kelamaan kita bakalan lupa dengan masalah. Tak ada arti lupa untuk menyelsaikan tapi butuh ketenangan untuk mencari solusi disamping harus tetap bertahan.
Tapi, ramainya yang bagaimana dulu? Bukan diskotik atau dugem pastinya. Allah saja sudah kasih solusi, yah tinggal kitanya saja mau milih itu or ini.
“Aku berada dalam prasangka hamba-Ku. Aku akan selalu bersamanya selama ia mengingat-Ku. Apalagi ia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila ia mengingat-Ku dalam kelompok, aku pun akan mengingatnya pada satu kelompok yang lebih baik darinya. Apabila ia mendekati-Ku satu jengkal, aku akan mendekatinya sehasta, jika ia mendekati-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari. (HR.Bukhori dan Muslim)
Rasanya lega ketika membaca hadis Qudsi ini. Mengapa? Disamping kita punya resiko bunuh diri kita juga punya potensi untuk mendekat sedekat-dekatnya dengan-Nya karena kita merasa butuh dikala orang lain tak lagi kita butuh. Nah tunggu apalagi? Terserah kita ingin mendekatnya sendiri or jamaah. Makanya keramaian itu perlu untuk antisipasi dan tak tahunya disitu tersimpan beragam solusi.
“Ingatlah, hanya dengan mengingat-Nya hati menjadi tenang”.(Ar-Rad:28)
Yah, ketenangan awal dari mendapatkan solusi. Logis kan? Karena kita tentu saja kalo dalam kondisi emosional bawaannya marah dan solusi tentu akan membuat jarak.

Lampiaskan dengan menulis

Masa sih? Buktiin saja kalo nggak percaya. Apalagi kalo yang hoby nulis, waktu kecewa harus bisa dimanfaatin secara tepat untuk melampiaskan kecewa, kesal dan bahasa lainnya. Ketika kita menulis dengan emosi. Wah, dahsyat! Klimaksnya mungkin terasa sekali karena jiwa kita ikut mengalir dibalik jari tangan. Entah, kekuatan dari mana itu yang akan memberikan kekuatan jari kita melukis indahnya kekecewaan, dahsyatnya emosi yang meledak, panasnya marah yang tak terlampiaskan.
Ingat. Jangan pernah baca kembali tulisannya sebelum unek-unek kita berhasil kita pindah dalam kertas ataupun diary. Dan kita baca kembali mungkin ada solusi dibalik tulisan kita karena setelah klimaks kita dapat perlahan ada solusi yang kita tak sadari mengalir dibawah pena ataupunjari kita ketika menulis. Saya pernah mencobanya. Dan, alhamdulilah berhasil! Malah langsung jadi cerpen.

Membaca sampai muak hilang

Membaca ketika diujung masalah malah lebih hebat lagi. Tapi bukan bacaan yang berat berat macam buku pelajaran, makalah, ataupun diktat. Ringan-ringan saja untuk menyesuaiakn emosi yang lagi meledak sana sini. Buku pencerahan, cerpen dan yang paling ampuh lagi kitab suci, terkadang jawaban dari masalh atau minimalnya hiburan yang bakalan kita dapat. Karena dengan membaca kita akan mengalihkan emosi dan fokus meskipun bayang-bayang 2K itu makin muncul. Tapi ini juga sebagai awalnya untuk mencari tenang untuk pelampiasan.